Jumat, 09 Mei 2014

Perilaku individu dan kelompok dalam organisasi


BAB I

DASAR DASAR PERILAKU INDIVIDU

1.      Kemampuan
            Apakah yang dimaksud dengan kemampuan ? seperti yang akan sering digunakan, kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor : intelektual dan fisik
A. Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual (intellectual ability) adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental – berpikir, menalar, dan memecahkan masalah. Individu dalam sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk alasan yang tepat, pada nilai yang tinggi. Tujuh dimensi yang paling sering disebutkan yang membentuk kemampuan intelektual adalah kecerdasan  angka, pemahaman verbal, kecepatan presepsi, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi spasial, dan daya ingat.
B. Kemampuan Fisik
            Kemampuan fisik (physical abilities) tertentu bermakna penting bagi keberhasilan pekerjaan yang kurang membutuhkan keterampilan dan lebih terstandar. Misalnya, pekerjaan-pekerjaan ayng menuntut stamina, ketangkasan fisik, kekuatan kaki, atau bakat-bakat serupa yang membutuhkan manajemen untuk mengidentifikasi kemampuan fisik seorang karyawan. Penelitain terhadap berbagai persyaratan yang dibutuhkan dalam ratusan perkerjaan telah mengidentifikasikan sembilan kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik. Kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan eksplosif, fleksibilitas luas, fleksibbilitas dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina.
            2. Karakteristik – Karakteristik Biografis
            Dalam menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap produktivitas, ketidakhadiran, perputaran karyawan, penyimpangan, kewargaan, dan kepuasan karyawan penelitian secara spesifik menganalisi karakteristik-karakteristik biografis. Beberapa faktor dalam karakterisitik karakteristik biografis (biographical characteristics) diantaranya yaitu : usia, gender, ras dan masa jabatan seseorang dalam suatu perusahaan.

            3. Pembelajaran
            Apakah pembelajaran (learning) itu ? “pembelajaran adalah apa yang kita lakukan ketika sekolah” itulah apa yang dikatakan orang-orang pada umumnya. Pembelajaran terjadi setiap waktu. Oleh karena itu, definisi pembelajaran yang secara umum dapat diterima adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman.
A. Teori Pembelajaran
            Tiga teori telah ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana kita memperoleh pola perilaku. Teori-teori tersebut adalah pengondisian klasik, pengondisian operant, dan pembelajaran sosial.
1. pengondisian klasik
Jenis pengondisian dimana individu merespons beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru.
2. pengondisian operant
Jenis pengondisian dimana perilaku sukarela yagn diharapkan menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah hukuman.
3. pembelajaran sosial
Pembelajaran bahwa orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung.
B. Cara Manajer Memfasilitasi Pembelajaran Karyawan
            Karena pembelajaran terjadi pada saat sebelum dan selama bekerja, manajer akan menaruh perhatian pada bagaimana mereka dapat mengajarkan karyawan untuk berperilaku melalui cara- cara yang paling menguntungkan organisasi. Ketika kita mencoba membentuk individu dengan membimbing mereka selama pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, kita sedang melakukan pembentukan perilaku (shaping behavior).


BAB III

VSP : MENDAHULUKAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN


SIKAP
Sikap adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu.
Dalam materi bab ini kita akan menjawab enam pertanyaan mengenai sikap yang akan membantu anda memahami hal ini dengan lebih baik :
1. Apa saja komponen utama dari sikap ?
2. Seberapa konsistenkah sikap itu ?
3. Apakah perilaku selalu mengikuti sikap ?
4. Apakah sikap kerja yang utama ?
5. Bagaimana sikap karyawan dapat diukur ?
6. Apa arti penting dari sikap terhadap keragaman di tempat kerja ?


1. Apa saja komponen utama dari sikap ?
                Sikap mempunyai tiga komponen : Kesadaran, perasaan, dan perilaku. Mari kita lihat setiap komponen ini.
Komponen kognitif (cognitive component) : Segmen opini atau keyakinan dari sikap.
Komponen afektif ( affective component) : Segmen emosional atau perasaan dari sikap.
Komponen perilaku ( behavioral component) : Niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
Pandangan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen : Kesadaran, perasaan, dan perilaku sangat bermanfaat dalam memahami kerumitan hal ini dan hubungan potensial antara sikap dan perilaku. Perlu diingat bahwa komponen komponen ini sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Jadi, kesadaran dan perasaan saling berkaitan.

2. Seberapa konsitenkah sikap itu ?
                Pada akhir tahun 1950-an, Leon Festinger mengemukakan teori Ketidaksesuaian Kognitif (cognitive component). Teori ini berusaha menjelakan hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesuaian yang dirasakan oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan apapun tidaklah menyenangkan dan bahwa individu akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian dan, tentunya, ketidaknyamanan tersebut. Oleh karena itu, individu akan mencari keadaan yang stabil, di mana hanya ada sedikit ketidaksesuaian.
Tentu saja, tidak ada individu yang bias sepenuhnya menghindari ketidaksesuaian.
                Apabila elemen elemen yang menghasilkan ketidaksesuaian relative tidak penting, tekanan untuk memperbaiki  ketidakseimbangan akan rendah. Tingkat pengaruh yang diyakini seseorang terhadap elemen-elemen tersebut akan berpengaruh terhadap bagaimana mereka bereaksi atas ketidaksesuaian tersebut. Apabila merasa ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh suatu hal atas mana mereka tidak memiliki pilihan lain, kemungkinan besar mereka kurang menerima perubahan sikap.

3. Apakah perilaku selalu mengikuti sikap ?
                Kita telah menegaskan bahwa sikap memengaruhi perilaku. Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap mempunyai  hubungan sebab akibat dengan perilaku ; yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Akal sehat juga menyatakan sebuah hhubungan.
Namun, pada akhir tahun 1960-an, hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Penelitian baru baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bias ditingkatkan dengan memperhitungkan variable variable pengait.
Variabel pengait hubungan sikap perilaku yang paling kuat adalah pentingnya sikap, kekhususan nya, aksesibilitas nya, apakah ada tekanan-tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut.
Teori persepsi diri : Sikap yang digunakan setelah melakukan sesuatu untuk memahami tindakan yang telah terjadi..

4. Apakah sikap kerja yang utama ?
                Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negative yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka. Sebagian besar penelitian dalam PO berhubungan dengan tiga sikap : kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan komitmen organisasional.
Kepuasan kerja (job satisfaction) dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasaan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negative tentang pekerjaan tersebut.
Keterlibatan pekerjaan mengukur tingkat sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri.
Pemberian wewenang psikologis ialah keyakinan karyawan terhadap sejauh apa mereka mempunyai lingkungan kerja mereka, komptensi mereka, makna pekerjaan mereka dan otonomi dalam pekerjaan mereka.
Komitmen organisasional adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Tiga dimensi terpisah komitmen organisasional adalah :
      1. Komitmen afektif; ialah perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya.
      2. Komitmen berkelanjutan; ialah nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dengan sebuah organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut.
      3. Komitmen normative; ialah komitmen untuk bertahan dengan organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis.
Sikap kerja yang lain :
·         Dukungan organisasional yang dirasakan; yaitu tingkat sampai mana karyawan yakin organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka.
·         Keterlibatan karyawan; yaitu keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan.

5. Bagaimana sikap karyawan dapat diukur ?
                Salah satu cara untuk mengukur sikap karyawan adalah dengan menggunakan survey sikap.
Survey sikap adalah upaya untuk mendapatkan respons dari karyawan melalui kuisioner mengenai perasaan mereka terhadap pekerjaan, tim  kerja, penyelia dan organisasi.
               
6. Apa arti penting dari sikap terhadap keberagaman di tempat kerja ?
                Organisasi mulai melakukan investasi dalam pelatihan untuk membantu membentuk kembali sikap para karyawan. Mayoritas pemberi kerja AS dan banyak pemberi kerja berukuran medium dan kecil mendukung semacam pelatihan perbedaan.

Kepuasan Kerja
                Kita telah mendiskusikan kepuasan kerja secara singkat sebelumnya. Namun, dalam Bagian ini, kita akan membedah konsep tersebut lebih seksama. Adapun yang akan kita bahas adalah : Bagaimana kita mengukur kepuasan kerja ? ; seberapa puaskah karyawan dengan pekerjaan mereka ? ; apakah yang menyebabkan karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi ? ; dan Bagaimana karyawan yang tidak puas dan puas memengaruhi sebuah organisai.

            Mengukur Kepuasan Kerja
                Kita telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suau perasaan posiif tentang pekerjaa seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Defenisi ini merupakan sebuah defenisi yang sangat luas. Namun, ini melekat pada proses tersebut. Setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja, menerima kondisi-kondisi kerja yang acap kali kurang ideal, dan lain-lain.
Adapun dua pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan kerja adalah penilaian tunggal secara umum dan nilai penyajian akhir yang terdiri atas sejumlah aspek pekerjaan. Penyajian akhir dari segi pekerjaan membantu manajer berfokus pada keberadaan masalah-masalah tersebut, membuatnya lebih mudah untuk menangani karyawan yang tidak bahagia serta menyelesaikan masalah dengan lebih cepat dan akurat.
            Seberapa Puas Individu dengan Pekerjaan Mereka ?
                Apakah sebagian besar individu merasa puas denganpekerjaan mereka ?. Tampaknya, jawabannya adalah “ya”, yang memenuhi syarat di AS dan di sebagian besar Negara maju. Berbagai studi independen, yang diadakan diantara para pekerja AS selama 30 tahun terakhir, pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan pekerjaan mereka.
Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan mengalami bnyak perubahan, bergantung pada segi kepuasan kerja yang kita bicarakan.
            Apakah yang Menyebabkan Kepuasan Kerja ?
            Pikikan pekerjaan paling baik yang pernah kita miliki. Apa yang membuatnya demikian ? Kemungkinannya adalah kita menyukai pekerjaan yang kita kerjakan. Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendiri hamper selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keseluruhan. Pekerjaan menarik yang memberikan pelatihan, variasi, kemerdekaan, dan kendali memuaskan sebagian besar karyawan. Dengan perkataan lain, sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan mengbangkitkan semangat daripada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.
Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga memainkan sebuah peran.
            Pengaruh dari Karyawan yang tidak Puas dan Puas di Tempat Kerja
                Ada konsekuennsi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis; kerangka keluar pengaruh kesetiaan pengabdian sangat bermanfaat dalam memahami konsekuensi dari ketidakpuasan.
4 respons dari kerangka tersebut :
1.    Keluar (exit) : Ketidakpuasan yang diungkapkn melalui perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.
2.    Aspiarasi (voice) : Ketidakpuasan yang diungkapkan melalui usaha-usaha yang aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
3.    Kesetiaan (loyalty) : Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan secara aktif menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan memercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”.
4.    Pengabdian(neglect) : Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
Perilaku keluar dan pengabdian mencakup variable-variabel kinerja kita produktivitas, ketidakhadiran, dan perputaran karyawan.

Betapa bermanfaatnya kerangka ini dalam mempresentasikan konsekuensi yang mungkin dari ketidakpuasan kerja. Sekarang, mari kita diskusikan hasil-hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja :
·         Kepuasan kerja dan kinerja
·         Kepuasan kerja dan perilaku kewargaan organisasional (organizational citizenship behavior-OCB)
·         Kepuasan kerja dan kepuasan pelanggan
·         Kepuasan kerja dan ketidakhadiran
·         Kepuasan kerja dan perputaran karyawan
·         Kepuasan kerja dan perilaku menyimpang di tempat kerja.


BAB IV

KEPRIBADIAN

Kepribadian membentuk perilku setiap individu. Jadi apabila ingin memahami dengan baik perilaku seseorang dalam suatu organisasi, maka kita harus mengetaui tentang kepribadiannya. Definisi kepribadian menurut “Gordon Allport” yaitu “organisasi dinamis dalam sistem psikofisiologis idividu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya.” Kepribadian disebut juga sebagai sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.

Faktor-faktor penentu kepribadian

Kepribadian dibentuk oleh faktor keturunan dan lingkungan.
·         Faktor keturunan
Ada tiga dasar yang menjelaskan bahwa faktor keturunan menentukan kepribadian seseorang 
a.       Berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak.
Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan. 
b.      Berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir.
Kepribadian anak kembar yang dibesarkan dikeluarga yang berbeda ternyata lebih mirip dengan saudara kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar identik dengan saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.
c.       Meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi

·         Faktor lingkungan
Lingkungan adalah dimana tempat kita tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga, teman-teman, dan kelompok social; dan pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari 1 generasi ke generasi berikutnya serta menghasilkan kosistensi berjalannya waktu. Ideology yang secara instens berakar disuatu kultur mungkin hanya akan berpengaruh sedikit pada kultur yang lain akan tetapi pada umummnya stabil dan kosisten, dapat berubah tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Akan tetapi faktor keturunan membekali kita dengan sifat dan kemampuan bawaan, tetapi potensi penuh kita ditentukan oleh seberapa baik kita menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Sifat-sifat kepribadian

Sifat-sifat kepribadian adalah karakteristik yang sering muncul dan mendeskrippsikan perilku seorang individu. Karakteristik-karakteristik tersebut seperti: malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut. Konsep yang  digunakan untuk meneliti sifat-sifat kepribadian yaitu Myers-Briggs Type Indicators (MBTI) dan Model Lima Besar (The Big Five Model)
·         Myers-Briggs Type Indicators (MBTI)
Instrumen penilaian kepribadian berisi 100 pertaanyaan mengenai bagaimana individu akan merasa atau bertindak dalam situasi tertentu. Berdasarkan jawaban-jawaban dalam tes, individu diklasifikasikan ke dalam karakteristik ekstraver atau introver, sensitif atau intuitif, pemikir attau perasa, dan memahami atau menilai.
-    Ekstraver versus Introver
Individu dengan karakteristik ekstraver digambarkan sebagai ndividu yang ramah, suka bergaul, dan tegas, sedangkan introver digambarkan sebagai individu yang  pendiam dan pemalu.
-    Sensitif versus Intuitif
Individu dengan karakteristik sensitif digambarkan sebagai individu yang praktis dan lebih menyukai rutinitas dan urutan. Mereka berfous pada detail. Individu dengan karakteristik intuitif mengandalkan proses-proses tidak sadar dan melihat “gambaran umum”.
-    Pemikir versus Perasa
Individu dengan karakteristik pemikir menggunakan alasan dan logika untuk menangani berbagai masalah. Individu dengan karakteristik perasa mengandalkan nilai-nilai dan emosi pribadi mereka.
-    Memahami versus Menilai
Individu dengan karakteristik memahami cenderung menginginkan kendali dan lebih suka dunia mereka teratur dan terstruktur. Individu dengan karakteristik menilai cenderung lebih fleksibel dan spontan.
·         Model Lima Besar (The Big Five)
John Bearden telah membuktikan bagaimana cara membuat dan memikirkan kembali cara mengatur individu. Selama beberapa tahun terakhir penelitian mendukung bahwa 5 dimensi dasar saling mendasari dan mencakup sebagian besar variasi yang signifikan dalam kepribadian manusia. Faktor 5 besar mencakup :
-    Ekstraversi (exstraversion). Dimensi ini mengatakan tingkat kenyamanan seseorang dalam berhubungan dengan individu lain. Individu yang Ekstraversi cenderung suka berkelompok, tegas, dan mudah bersosialisasi; sebaliknya introversi cenderung suka menyendiri dan pendiam.
-    Mudah akur dan bersepakat (Agreeblesness). Dimensi ini mengatakan kepatuhan individu terhadap individu yang lainnya. Individu yang suka besepakat adalah individu yang senang bekerjasama, hangat dan penuh kepercayaan. Sebaliknya individu yang tidak suka bersepakat cenderung dingin, tidak ramah dan suka menantang.
-    Sifat berhati-hati (Conscientiousness). Dimensi ini merupakan ukuran kepercayaan artinya individu yang sangat berhati-hati adalah yang bertanggung jawab, teratur, dapat diandalkan serta gigih; sebaliknya individu yang berhati-hati rendah cenderung mudah bingung, tidak teratur serta tidak dapat diandalkan.
-    Stabilitas emosi (Emotional Stability). Dimensi ini menilai kemampuan seseorang untuk menahan stress. Individu yang tingkat emosi yang positif cenderung tenan, percaya diri dan memiliki pendirian yang teguh. Sebaliknya Individu yang tingkat emosi yang negative cenderung mudah gugup, khawatir, depresi dan tidak memiliki penndian yang teguh.
-    Terbuka terhadap hal-hal baru (Openess to Experience). Dimensis ini mengelompokan individu berdasarkan lingkup minat dan ketertarikannya terhadaphal-hal baru. Individu yang sangat terbuka cenderung kreatif, ingin tau, dan sensitive terhadap hal-hal yang bersifat seni. Sebaliknya mereka yang tidak terbuka cenderung konvensional dan merasa nyaman dengan hal-hal yang sudah ada.

MENILAI KEPRIBADIAN

Alasan kenapa seorang manajerial perlu mengetahui bagaimana cara menilai pekerjaan adalah karena penelitian menunjukkan bahwa tes-tes kepribadian sangat berguna dalam membuat keputusan perekrutan. Nilai kepribadian juga dapat digunakan untuk meramalkan calon terbaik untuk suatu pekerjaan disamping agar lebih memahami dan lebih baik dalam mengatur individu yang bekerja pada mereka.
Ada 3 cara utama untuk menilai kepribadian:
·         Survei Mandiri
Survey mandiri adalah survey yang umum digunakan yaitu dengan mengisi sendiri form pengisian. Survey mandiri banyak kekurangan misalnya berbohong untuk mendapatkan nilai terbaik, juga akurasi yang tidak tepat karena kondisi emotional sangat mempengaruhi waktu pengisian.
·         Survey peringkat oleh pengamat
Survey peringkat bisa dilakukan dengan melakukan penilaian yang dilakukan teman sejawat, survey ini bisa dijadikan pertimbangan yang lebih baik atas keberhasilan suatu pekerjaan.
·         Ukuran proyeksi (Rorschach Inkbolt test dan Thematic Apperception test-TAT)
Rorschach Inkbolt test adalah individu diminta unutk menyatakan menyerupai apakah inkblot dan Thematic Apperception test-TAT adalah individu dimintai menuliskan kisah dari serangkaian gambar pada kartu. Akan tetapi cara ini jarang digunakan dikarenakan adanya ketidak seragaman mengartikan.

Sifat kepribadian utama yang memengaruhi perikalu organisasi
Sifat-sifat kepribadian spesifik yang menjadi indikaor kuat perilaku di tempat kerja meliputi evaluasi inti diri seseorang, machiavellianisme, narsisme, pemantauan diri, berani mengambil risiko, serta kepribadian proaktif, tipe a dan b.
Evaluasi inti diri (Core self evaluation), konsep ini mengatakan bahwa individu memiliki pandangan akan dirinya sendiri, ada 2 hal dalam evaluasi inti diri yaitu positif dan negative. Artinya positif adalah individu menyukai diri sendiri, menganggap diri mereka efektif, cakap dan mengendalikan lingkungan mereka, sedangkan negative menganggap diri mereka tidak berdaya atas lingkungan mereka.
Evaluasi inti diri ditentukan oleh 2 elemen yaitu :
1.       Harga diri (seft esteem) adalah tingkat menyukai atau tidak menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu menganggap diri mereka berharga dan tidak berharga sebagai seorang manusia.
2.       Lokus kendali (locus of control) adalah tingkat dimana individu yakin akan mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal (ilternals) adalah individu yakan bahwa mereka pemegang kendali atas apa pun yang terjadi pada mereka sedangkan eksternal (externals) adalah individu yakin bahwa apa pun dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.
Machiavellianisme (Machiavellianisme-mach) berasal dari nama niccolo Machiavelli berpendapat tentang bagaimana cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan. Individu dengan Machiavellianisme cenderung pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting dari pada proses. Namun sifat Machiavellianisme dapat diredam oleh faktor-faktor situasional yaitu :
1)      Ketika mereka berinterasi secara langsung dengan individu lain, bukan secara tidak langsung
2)      Ketika situasi mempunyai sedikit peraturan, yang memungkinkan kebebedan improvisasi
3)      Bila keterlibatan emosional dengan detail-detail yang tidak relevan dengan keberhasilan menggangu individu mach yang rendah
Narsisme (nascissism) adalah individu yang mendeskripsikan yang menpunyai rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, mengutamakan diri sendiri dan arogan. Menurut penelitian individu tipe ini mempunyai pandangan mereka adalah peminpin yang labih baik bila dibandingkan rekan-rekan mereka sedangkan atasan mereka menilai mereka pemimpin yang buruk.
Pemantau diri (self monitoring) merujuk pada kemampuan seorang individu untuk menyesuaikan perilakunya dengan faktor-faktor situasional eksternal. Mereka sangat peka terhadap isyarat-isyarat eksternal dan mampu menyesuaikan perilaku dengan situasi yang berbeda-beda.
Pengambil Resiko, kecenderungan untuk mengambil atau menghindari resiko telah terbukti berpengaruh terhadap berapa lama waktu yang dibutuhkan manajer untuk membuat keputusan dan berapa banyak informasi yang mereka butuhkan untuk membuat pilihan.
Kepribadian tipe A adalah individu yang luar biasa kompetitif dan selalu terlihat mengalami keterdesakan waktu. Karakteristik kepribadian tipa A yaitu :
1)      Selalu bergerak, berjalan, dan makan dengan cepat
2)      Merasa tidak sabaran
3)      Berusaha keras untuk memikirkan atau melakukan dua hal atau lebih pada saat yang bersamaan
4)      Tidak dapat menikmati waktu luang
5)      Terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang bisa mereka peroleh.
Berbeda dengan kepribadian tibe B, jarang tergoda oleh keinginan untuk mendapatkan sejumlah hal yang terus meningkatkan atau berpartisipasi dalam serangkaian peristiwa yang terus berkembang dengan jumlah yang selalu berkurang. Karakteristik tipe B adalah :
1)      Tidak pernah pengalami keterdesakan waktu atau ketidaksabaran
2)      Merasa tidak perlu memperlihatkan atau mendiskusikan pencapaian maupun prestasi mereka kecuali atas tuntusan situasi
3)      Bersenang-senang dan bersantai daripada berusaha menunjukkan kenggulan mereka
4)      Bisa santai tanpa merasa bersalah.
Kepribadian proaktif (Proactive personality) cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan tekun sehingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Mereka menciptakan perubahan positif dalam lingkungan tanpa memperdulikan batasan dan halangan sehingga individu yang proaktif sangan dibutuhkan dalam perusahaan. Individu proaktif juga cenderung mencari informasi pekerjaan mengenai organisasi, mengembangkan kontak posisi yang tinggi, terlihat dalam perencanaan karier, dan tekun ketika menghadapi rintangan-rintangan karier.

Kepribadian Dan Kultur Nasional

Tidak ada tipe kepribadian umum untuk suatu Negara tertentu, Menemukan pengambil resiko yang tinggi dan rendah hampir setiap kultur. Namun, kultur suatu Negara mempengaruhi karakteristik kepribadian yang dominan dari populasinya. Terbukti bahwa kultur-kultur berbeda berdasarkan hubungan individu dengan lingkungan mereka. Dalam beberapa kultur orang-orang yakin bahwa mereka bisa mendominasi lingkungan mereka sedangkan dinegara lain yakin bahwa kehidupan pada dasarnya telah ditentukan sebelumnya oleh kekuatan yang lain.


NILAI

Nilai (Value) menunjukkan alas an dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara pribadi atau social dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan”. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang bener, baik atau diinginkan. Nilai mempunyai sifat isi dan intensitas. Sifat isi menyampaikan bahwa cara pelaksanaan atau keadaan akhir dari kehidupan adalah penting. Sifat intensitas menjelaskan betapa pentingnya hal tersebut. Jadi ketika menggolongkan nilai seorang individu menurut intensitasnya kita kenal dengan sistem nilai (value sistem) orang tersebut.
Nilai mempuyai kecenderungan yang relative stabil dan berlangsung lama. Sejak kecil kita diberi tahu bahwa perilaku-perilaku tertentu pantas atau tidak. Pembelajaran nilai secara absolute atau secara “Hitam atau Putih” inilah yang setidaknya menjamin kestabilan dan daya tahan nilai tersebut.

Pentingnya Nilai

Nilai sangat penting terhadap penelitian perilaku organisasional karena menjadi dasar pemahaman dan motivasi individu, dan dikarenakan berpengaruh juga pada persepsi kita. Secara umum nilai mempengaruhi sikap dan perilaku, misal sebuah perusahaan dan memiliki pendangan bahwa pengalokasian imbalan berdasarkan pretasi kerja adalah benar, sementara pengalokasian imbalan berdasarkan senioritas adalah salah. Sehingga hal tersebut memicu untuk tidak berupaya semaksimal mungkin karena “bagaimana pun juga, hal tersebut tidak akan menghasilkan lebih banyak imbalan”.

Jenis-jenis Nilai

·         Rokeach value survey (Milton Rokeach), terdiri dari 18 pokok nilai individu, satu kumpulan disebut nilai terminal (terminal value) merujuk pada keadaan – keadaan akhir yang diinginkan yang merupakan tujuan yang dicapai seseorang selama hidupnya. Kumpulan lainnya yaitu nilai instrumental (Instrumental value), merujuk pada perilaku atau cara-cara yang lebih disukai untuk mencapai suatu terminal. Penelitian RVS berubah-ubah diantara setiap kelompok dalam individu dalam pekerjaan atau kategori yang sama. Perbedaan ini menjadi sulit ketika kelompok-kelompok tersebut harus bernegosiasi satu sama lainnya serta dapat menimbulkan konflik ketika harus berhadapan mengenai kebijaksanaan ekonomi dan social organisasi.

·         Kelompok kerja kontemporer, merupakan penggabungan beberapa analisis terbaru mengenai nilai kerja ke dalam empat kelompok yang berusaha mendapatkan nilai unik dari kelompok atau generasi yang berbeda – beda dalam angkatan kerja. Kelompok kerja kontemporer ini mempunyai beberapa kekurangan antara lain:
1)      Tidak bisa membuat asumsi bahwa kerangka ini bisa diterapkan secara universal diseluruh kultur
2)      Terdapat sangat sedikit penelitian yang tepat mengenai nilai generasional, sehingga memerlukan kerangkan intuitif
3)      Hal ini merupakan kategori-kategori yang tidak tepat.
Pemahaman bahwa nilai individual berbeda tetapi cenderung mencerminkan nilai social pada periode dimana individu tumbuh dapat menjadi sebuah masukan yang berharga dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku. Karyawan pada usia 60-an akhir, misalnya cenderung lebih bisa menerima otoritas bila dibandingkan rekan-rekan kerja mereka yang usianya 10 – 15 tahun lebih muda. Bila dibandingkan pada orang tua mereka, pekerja yang usia 30-an kemungkinan besar menolak keras jika harus bekerja pada akhir pekan dan lebih mudah meninggalkan pekerjaan pada karier menengah untuk mengejar karier lain yang memberikan lebih banyak waktu luang.

Nilai, Kesetiaan dan Perilaku Etis

Skandal-skandal terbaru perusahaan seperti manipulasi laporan keuangan, penyembunyian fakta, dan konflik-konflik kepentingan memang menunjukkan suatu penurunan, apakah hal ini dapat menurunkan etika bisnis?
Penurunan dalam standard - standard etika, mungkin kita mendapatkan sebuah penjelasan yang masuk akal. Bagaimanapun, manajer terus melaporkan bahwa tindakan atasan mereka merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi perilaku etis dan tidak etis dalam organisasi mereka. Dengan fakta ini, nilai yang dimiliki oleh individu yang berada pada posisi manajemen menengah dan atas harus memiliki kaitan dengan seluruh iklim etis dalam sebuah organisasi.
Generasi Boomer naik ketingkat menajemen yang lebih tinggi, pada posisi manajer menengah dan puncak. Kesetiaan Generasi boomer adalah pada karier mereka serta focus perhatian mereka pada menjadi “nomor satu”. Potensial sekarang adalah pada generasi X yang sedang bergerak menuju celah-celah manajemen menengah dan dengan segera akan naik ke manajemen puncak. Karena dangat menghargai hubungan, mereka cenderung mempertimbangakan implikasi etis dari tindakan-tindakan mereka terhadap individu lain disekitar mereka. Sehingga dapat dilihat peningkatan standatd etika dalam bisnis selama satu atau dua decade berikutnya semata-mata sebagai hasil dari nilai yang berubah dalam posisi manajemen.

Nilai Lintas Kultur

Kerangka hofstede untuk menilai kultur sekitar tahun 1970-an oleh Geert Hofstede, ia menemukan bahwa manajer dan karyawan memiliki lima dimensi nilai kultur nasional yang berbeda – beda, dimensi tersebut adalah :
1.       Jarak kekuasaan (power distance). Tingkatkan dimana individu dalam suatu Negara setuju bahwa kekuatan dalam institusi dan organisasi didistribusikan secara tidak sama. Kultur-kultur seperti ini cenderung mengikuti sistem kelas atau kasta yang tidak mendukung mobilitas warga negaranya ke atas. Peringkat jarak kekuasaan yang rendah menunjukkan bahwa kultur tersebut tidak mendukung perbedaan antara kekuatan dan kekayaan karena menekankan pada persamaan dan peluang.
2.       Individualisme (individualism) versus kolektivisme (collectivism). Individualisme adalah tingkatan dimana individu lebih suka bertindak sebagai individu daripada sebagai anggota suatu kelompok dan menjunjung tinggi hak-hak individual. Kolektivisme menekankan kerangka social yang kuat dimana individu mengharap individu lain dalam kelompok mereka untuk menjaga dan melindungi mereka.
3.       Maskulinitas (masculinity) versus feminitas (feminity). Tingkatan dimana kultur lebih menyukai peran-peran maskulin tradisioanal seperti pencapaian, kekuatan, dan pengendalian versus kultur yang memandang pria dan wanita memiliki kedudukan yang sejajar. Penilaian maskulinitas yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat peran yang terpisah untuk pria dan wanita, dengan pria yang mendominasi. Penilaian feminitas yang tinggi berarti bahwa terdapat sedikit perbedaan antara pria dan wanita, ini juga tidak berarti menekankan persamaan antara pria dan wanita.
4.       Penghindaran ketidakpastian (uncertainity avoidance). Tingkatan ini dimana individu dalam suatu Negara lebih memilih situasi terstruktur dibandingkan tidak terstruktur.Individu memiliki tingkat kekhawatiran yang juga tinggi mengenai ketidakpastian dan ambiguitas. Kultur ini cenderung menekankan hukum,peraturan,dan kendali yang didesain untuk mengurangi ketidakpastian. Kultur ketidakpastian rendah individu tidak begitu cemas akan ambiguitas dan ketidakpastian serta memiliki toleransi akan keragaman opini.
5.       Orientasi jangka panjang (long term orientation) versus orientasi jangka pendek (short term orientation). Individu dalam kultur orientasi jangka panjang melihat kemasa depan dan menghargai penghematan,ketekunan, dan tradisi. Sedangkan individu kultur jangka pendek menghargai masa kini;perubahan diterima dengan lebih siap,dan komitmen tidak mewakili halangan-halangan menuju perubahan.
Kerangka globe untuk menilai kultur (Global leadership and Organizatioanal Behavior Effectiveness) adalah sebuah penyelidikan lintas cultural mengenai kepemimpinan dan kultur nasional yang terus menerus dilakukan dan tim globe mengidentifikasi 9 dimensi dalam kultur nasional yang saling berbeda antara lain:
1.       Ketegasan. Tingakatan sampai mana suatu masyarakat mendorong individu untuk bersikap tegar, konfrontatif, tegas,dan kompetitif dibandingkan rendah hati dan lembut
2.       Orientasi masa depan.Tingkatan sampai mana suatu masyarkat mendorong dan menghargai perilaku yang berorientasi pada masa depan, seperti perencanaan, investasi masa depan, danpenundaan kepuasan. Hal ini sama dengan orientasi jangka panjang atau jangka pendek milik Hofstede.
3.       Perbedaan gender. Tingkatan sampai mana suatu masyarakat memperbesar perbedaan peran gender (dimensi maskulinitas-femininitas)
4.       Penghindaran ketidakpastian. Tim globe mendifinisikan istilah ini sebagai kepercayaan masyarakat terhadap norma dan prosedur social untuk mengurangi ketidak mampuan dalam memprediksi kejadian masa depan.
5.       Jarak kekuasaan. Tim globe mendefinisikan sebagai tingkatan sampai mana anggota suatu masyarakat dapat menerima kekuasaan dibagi secara tidak adil.
6.       Individualisme/kolektivisme. Didefinisikan sebagai tingkatan sampai mana individu didorong untuk situasi-situasi sosialnuntuk bergabung dalam kelompok-kelompok suatu organisasi dalam masyarakat.
7.       Kolektivisme dalam kelompok. Dimensi ini mencakup hal luas dari bagaimana anggota suatu institusi social merasa bangga atas keanggotaannya dalam kelompok kecil seperti keluarga, dan perusahaan tempatnya bekerja
8.       Orientasi kinerja. Tingkatan sampai mana suatu masyarakat mendorong dan menghargaianggotanya atas peningkatan prestasi dan keunggulan.
9.       Orientasi kemanusiaan. Tingkatan sampai mana suatu masyarakat mendorong dan menghargai individu untuk bersikap adil,altruistis (mendahulukan kepentingan individu lain), murah hati, perhatian,dan baik terhadap individu lain.

Implikasi terhadap PO. Po telah menjadi sebuah disiplin ilmu global dan konsep-konsepnya harus mencerminkan nilai-nilai cultural yang berbeda dari individu di negara-negara yang berbeda. Untungnya terdapat banyak penelitian yang telah diterbitkan selama beberapa tahun terakhir, yang memungkinkan kita untuk menentukan dimana konsep-konsep PO dapat diterapkan secara universal pada seluruh kultur dan di mana konsep-konsep tidak bisa diterapkan. Dalam bab-bab selanjutnyakita akan berhenti secara berkala untuk dapat menilai apakah temuan-temuan PO dapat diterapkan secara umum dan bagaimana temuan-temuan tersebut perlu dimodifikasi di Negara yang berbeda.

Menghubungkan kepribadian dan nilai seorang individu dengan tempat kerja

1. Kesesuaian individu-pekerjaan
Teori kesesuaian kepribadian-pekerjaan (personality-job fit theory) teori ini didasarkan pada pendapat tentang kesesuaian antara karakteristik kepribadian seseorang individu dengan pekerjaan. Holland menghadirkan 6 type kepribadian yaitu:
Jenis Karakteristik-karakteristik kepribadian Pekerjaan-pekerjaan yang kongkruen
·         Realistis: lebih menyukai aktivitas fisik yang membutuhkan ketrampilan, kekuatan, dan koordinasi. Karakteristiknya: Pemalu,sungguh-sungguh, gigih, stabil, mudah menyesuaikan diri, praktis. Pekerjaan yang kongruen: Mekanik,operator alat bor, pekerjaan lini perakitan, petani
·         Investigatif: Lebih menyukai aktivitas yang melibatkan proses berfikir, berorganisasi dan memahami. Karakteristiknya: Analisis, tidak dibuat-buat, ingin tahu, bebas. Pekerjaan yang kongruen: Ahli biologi, ahli ekonomi, ahli matematika, dan pembawa berita
·         Sosial : Lebih menyukai aktivitas social seperti membantu dan mengarahkan orang lain. Karakteristiknya: Suka bergaul, ramah, kooperatif, pengertian. Pekerjaan yang kongruen: Pekerja social, guru, konselor, psikologi klinis
·         Konvensional : lebih menyukai aktivitas yang diatur oleh peraturan yang rapid an tidak ambigu. Karakteristiknya: Patuh, efisien, praktis, tidak imajinatif, tidak fleksibel. Pekerjaan yang kongruen: Akuntan, manajer perusahaan, kasir bank, juru tulis
·         Giat : Lebih menyukai aktivitas verbal dimana terdapat banyak peluang untuk mempengeruhi orang lain dan memperoleh kekuasaan. Karakteristiknya: Percaya diri, ambisius, energik, mendominasi. Pekerjaan yang kongruen: Pengacara, agen real estate, humas, manajer bisnis
·         Artistic : lebih menyukai aktivitas ambigu dan tidak sistematis memungkinkan ekspresi yang kreatif. Karakteristiknya: Imajinatif, tidak suka bekerja dibawah aturan, idealisistis, emosional, tidak praktis. Pekerjaan yang kongruen: Pelukis, musisi, penulis, desainer interior
Holland telah mengembangkan sebuah kuesioner vocational preference inventory yang memuat 160 jenis pekerjaan. Responden memberitahu pekerjaan yang mereka sukai atau tidak, dan jawaban-jawaban tersebut digunakan untuk membentuk profil kepribadian. Teori tersebut menunjukkan bahwa ketika kepribadian dan pekerjaan sangat cocok, kepuasan menempati peringkat tertinggi, sementara perputaran karyawan terendah. Individu dengan karakteristik social harus melakukan pekerjaan social, invidu konvensional melakukan pekerjaan konvensional dan selanjutnya. Ada 3 point utama model ini,yaitu :
a.       Terdapat perbedaan intrinsic dalam kepribadian diantara para individu
b.      Terdapat jenis pekerjaan yang berbeda-beda
c.       Individu yang melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian mereka harus merasa lebih nyaman dan memungkinkan lebih sedikit untuk mengundurkan diri bila dibandingkan individu yang melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kepribadian mereka.

Kesesuaian Individu – Organisasi

Selama bertahun-tahun pembahasan telah diperluas hingga mencakup penyepadanan individu dengan organisasi serta dengan pekerjaan. Berkaitan dengan organisasi menghadapi lingkungan yang dinamis dan berubah-ubah serta membutuhkan karyawan yang siap mengubah tugas dan bergerak secara mudah dalam tim. Adalah penting bahwa kepribadian para karyawan sesuai dengan keseluruhan kultur organisasi dari pada hanya dengan karakteristik—karakteristik dari pekerjaan tertentu.
Penelitian terhadap kesesuaian individu –organisasi juga menelaah nilai individu dan apakah hal tersebut sesuai dengan kultur organisasi. Kesesuaian antara nilai karyawan dengan kultur organisasi mereka menjadi dasar kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi, dan tingkat perputaran karyawan yang lenih rendah. Mengikuti pedoman ini pada saat perekrutan seharusnya dapat membantu kita memilih karyawan yang sesuai dengan kultur organisasi, yang pada akhirnya menghasilkan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi dan perputaran karyawan lebih rendah.
OCP (organizational Culture Profile) bisa membantu menilai apakah nilai individu sesuai dengan nilai suatu pekerjaan, memilah karakteristik-karakteristik mereka berdasarkan pentingnya, yang menunjukkan apa yang dihargai oleh seseorang. Alasannnya nilai-nilai yang dinilai dalam OCP menghasilkan nilai-nilai yang menempati nilai tertinggi dalam piramida OCP.

Ringkasan Dan Implikasi Untuk Menajer

Kepribadian. Pada peneliti pada pertengahan tahun 1980-an berusaha mencari keterkaitan antara kepribadian dan prektasi kerja. “Hasil penelitian selama lebih dari 80 tahun tersebut adalah kepribadian dan pretasi kerja tidak terkait secata berarti dalam semua sifat atau situasi”. Tetapi terkait dengan upaya di tempat kerja terdapat bukti yang impresif bahwa individu yang mendapat nilai tinggi dalam sikap berhati-hati, ekstraversi, dan stabilitas emosi cenderung merupakan karyawan yang bermotivasi tinggi. Tentu saja, faktor – faktor seperti situasional perlu dipertimbangkan.
Nilai. Menilai individu sangat penting walaupun tidak memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku, tapi nilai sangat memengaruhi sekap, perilaku, presepsi seseorang. Dengan beranggapan bahwa nilai-nilai setiap individu berbeda, manajer dapat menggunakan RVS untuk menilai apakah nilai-nilai mereka sejalan dengan nilai-nilai dominan organisasi. Prestasi kerja dan kepuasan kerja para karyawan cenderung lebih tinggi bila nilai-nilai mereka sangat sesuai dengan organisasi. Hal ini member alasan bagi para manajer untuk berusaha keras selama penyeleksian karyawan guna mencari kandidat yang tidak hanya memiliki kemampuan, pengalaman, dan motiivasi untuk bekerja tetapi juga sistem nilai yang sesuai dengan sistem nilai organisasi.


BAB V

Persepsi dan Pembuatan Keputusan Individu

A.       Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses interpretasi kesan-kesan yang ditangkap panca indra manusia yang menjadi arti bagi sesuatu. Persepsi penting dalam mempelajari perilaku organisasi, karena perilaku seseorang didasarkan pada persepsi mereka pada kenyataan, bukan akan kenyataan itu sendiri.
Persepsi seseorang ditentukan oleh tiga hal, yaitu karakteristik pembuat persepsi (subjek), karakteristik target (objek), serta konteks atau kondisi pada saat pembuat persepsi melakukan penilaian mengenai target.
Karakteristik subjek merupakan segala hal/keadaan yang berada pada diri subjek, seperti cara pikir, agama, pengalaman masa lampau, nilai-nilai yang dianut, kecerdasan, dan lainnya. Sebagai contoh, dalam menilai seseorang, seorang ulama dan seorang awam akan memiliki penilaian masing-masing.
Karakteristik objek merupakan segala hal/keadaan yang melekat pada diri target, yang menjadi indikator bagi subjek untuk melakukan penilaian. Bahkan satu perbedaan karakteristik seseorang dapat merubah persepsi secara jauh. Termasuk di dalamnya adalah sikap, warna kulit, sifat, penampilan, cara berjalan, dan lainnya.
Konteks atau kondisi juga menjadi variabel untuk menentukan persepsi, seperti seseorang yang memakai kaus saja ketika acara olahraga dianggap pantas, tetapi saat acara keagamaan dianggap kurang pantas.

B.       Penilaian terhadap Individu Lainnya

Persepsi pada dasarnya dimiliki seorang individu akan segala hal yang dilihatnya, sesuai dengan ketiga hal yang telah disebutkan sebelumnya. Sesuai konteks perilaku organisasi, apa yang penting dipelajari dalam konteks ini adalah bagaimana cara individu menilai perilaku individu lainnya.
Menurut teori hubungan, penilaian akan perilaku seorang individu dilakukan dengan tujuan menentukan apakah perilaku tersebut disebabkan secara internal (secara bawaan, atas kendali pribadi) atau eksternal (lingkungan sekitar).
Penilaian dilakukan dengan bergantung kepada tiga faktor, yaitu kekhususan, konsensus, dan konsistensi
Kekhususan artinya menilai perilaku dari sesuatu perilaku yang tidak biasa dilakukan seorang individu. Apabila seseorang menunjukkan perilaku yang dianggap khusus (tidak biasa dilakukan) maka dia akan dinilai berperilaku karena penyebab eksternal
Konsensus  adalah penilaian dengan cara melihat apakah perilaku pada seseorang terjadi juga pada pihak lain yang setingkat pada saat perubahan perilaku terjadi (misal: pegawai satu dengan lainnya). Jika banyak yang melakukan, maka perilaku dianggap disebabkan pengaruh eksternal.
Konsistensi adalah penilaian terhadap seberapa konsisten/sama perilaku seseorang terhadap kondisi sama yang menimpanya. Contohnya apabila seseorang memang terbiasa terlambat 10 menit, maka konsistensi keterlambatannya tinggi. Jika konsistensi tinggi, maka penilaian akan perilaku akan cenderung menunjuk pengaruh internal sebagai penyebab.
Lebih jauh lagi, terdapat indikasi bahwa seseorang cenderung menunjuk pengaruh internal sebagai penyebab perilaku dan sedikit mengabaikan pengaruh eksternal (fundamental attribution error, kesalahan penilaian fundamental) yang dapat saja disebabkan karena tidak melihat faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi dengan seksama, bahkan mungkin tidak sadar atasnya.
Selain itu, ketika seseorang berhasil atau gagal maka dia akan melakukan penilaian faktor penyebabnya sesuai dengan budaya dan sistem sosial yang dianutnya, seperti pada manajer barat apabila menemui kegagalan akan menyalahkan anak buahnya sedangkan manajer asia akan menyalahkan dirinya sendiri.

C.       ‘Jalan Pintas’ Penilaian

Karena cukup banyaknya hal yang menjadi dasar penilaian atas individu, seringkali ada penggunaan jalan-jalan pintas yang dikembangkan untuk mempersingkat dan mempermudah proses pembentukan persepsi, yang terkadang akurat dan menguntungkan, namun juga terkadang salah besar dan merugikan banyak pihak.

Persepsi Selektif

Pembentukan persepsi dilakukan dengan cara memilih-memilih hal yang menarik, menurut fokus pribadi yang didasari dengan pengalaman, pengetahuan, latar belakang, sentimen, kecerdasan, dan lain-lain. Contohnya adalah penilaian positif kepada salah satu pemimpin yang sering mengunjungi rakyatnya, karena pengalaman pribadi yang negatif kepada figur-figur sebelumnya yang sepertinya acuh terhadap rakyat.

Efek Halo

Pembentukan persepsi umum yang dikaitkan dengan suatu karakteristik tertentu, seperti orang yang senang berpakaian perlente dianggap orang kaya, atau orang yang sering melamun dianggap kurang responsif.

Proyeksi

Pembentukan persepsi dilakukan dengan mempersamakan nilai atau keadaan yang ada pada diri sendiri dengan nilai atau keadaan yang ada pada diri objek penilaian. Contoh: apabila seseorang berpikiran bahwa cinta adalah hal yang menyakitkan, maka dia akan menilai bahwa orang lain pun berpikiran sama.

Pembentukan Stereotipe

Pembentukan persepsi yang didasari fakta bahwa objek merupakan anggota dari kelompok tertentu. Ketika suatu kelompok diasosiasikan dengan perilaku tertentu, setiap anggotanya akan diasosiasikan dengan perilaku yang sama. Contohnya: persepsi bahwa orang islam adalah teroris, orang yahudi itu licik dan pelit, serta orang nasrani yang tidak rasional.
Jalan-jalan pintas yang disebutkan di atas hanyalah beberapa dari sekian banyak cara penilaian perilaku individu. Jalan-jalan pintas tersebut, memiliki pengaruh pada banyak aktifitas di organisasi seperti wawancara, harapan kinerja, profil etnis, evaluasi kinerja dan lain-lain.

D.      Hubungan Persepsi dengan Keputusan Individu

Pada dasarnya, pembuatan keputusan adalah reaksi terhadap sebuah masalah. Telah disebutkan sebelumnya bahwa persepsi ditentukan oleh banyak hal. Pada pembuatan keputusan, persepsi akan dipengaruhi oleh informasi yang masuk selama pembuatan keputusan. Informasi yang dapat diambil dari mana saja, dan terkategori menjadi tiga hal yang telah disebutkan pada bagian A.
Relevansi informasi tersebut, tentu saja diolah lagi dan diinterpretasikan lagi menurut persepsi pribadi. Sehingga, ketika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan informasi sesuai dengan yang seharusnya, maka akan muncul penyimpangan-penyimpangan interpretasi yang akan mempengaruhi outcome keputusan melalui analisis dan kesimpulan yang tidak tepat.

E.       Pembuatan Keputusan yang Ideal

Idealnya sebuah keputusan yang baik adalah keputusan yang rasional, artinya sesuai dengan kenyataan yang ada dan keadaan serta nilai-nilai yang dianut.
Keputusan yang rasional dapat dibuat dengan cara mengikuti Model Rasional yang terdiri dari enam langkah, yaitu:
1.       Definisikan masalah;
2.       Identifikasi kriteria  keputusan, apa keputusan yang ingin dicapai;
3.       Menimbang kriteria yang telah dipilih, menentukan prioritas;
4.       Membuat alternatif  pemecahan masalah
5.       Menilai alternatif yang ada dengan kriteria yang sudah dipilih
6.       Evaluasi alternatif, mana yang akan lebih cocok dengan kriteria yang ditetapkan
Selain itu, pembuat keputusan hendaknya kreatif, dalam artian bisa melihat peluang dan menciptakan ide-ide yang baru dan bermanfaat dengan kondisi yang ada.
Penilaian kreatifitas bisa dilihat dari potensi seseorang untuk menjadi kreatif (bawaan), serta dari penerapan tiga komponen model kreatifitas yaitu keahlian/pengetahuan, keterampilan berpikir kreatif , dan motivasi intrinsik untuk pengerjaan tugas tersebut.

F.        Pembuatan Keputusan dalam Organisasi pada Dunia Nyata

Sebagian besar keputusan di dunia nyata tidak mengikuti model rasional, sebagai contoh, apabila solusi sudah bisa dierima atau masuk akal, biasanya langsung diterima. Lagi-lagi penilaian bermain pada pembuatan keputusan. Berikut adalah bagaimana sebenarnya keputusan dalam banyak organisasi dibuat

Pembatasan Rasionalitas

Ketika menghadapi masalah yang sangat kompleks,m sebagian besar individu merespons dengan mengurangi masalah tersebut sampai pada tingkat bisa dimengeri dengan mudah, karena keterbatasan kemampuan pemrosesan informasi.
Artinya, kerumitan yang ada pada masalah tidak digali semuanya, melainkan hanya detail-detail yang dianggap penting saja yang dijadikan pedoman atau dasar pembuatan masalah.

Bias dan Kesalahan Umum

Untuk mempercepat proses keputusan, terkadang individu cenderung terlalu mengandalkan pengalaman, gerakan hati, perasaan berani, dan peraturan yang enak. Berikut adalah penyimpangan-penyimpangan yang paling umum
1.       Overconfidence, terlalu percaya diri padahal tidak tahu banyak mengenai sesuatu
2.       Bias Jangkar, sangat tertarik dengan informasi awal, tetapi gagal menyesuaikan diri dengan baik untuk informasi yang berikutnya.
3.       Bias Konfirmasi, mencari informasi yang menguatkan pilihan-pilihan kita di masa lalu.
4.       Bias Ketersediaan, anggapan yang didasarkan berdasarkan informasi yang sudah tersedia, tanpa mencari informasi lain.
5.       Bias Representatif, merasa terwakili wakil kelompoknya di suatu bidang lalu menganggap bahwa kesempatannya untuk menjadi sama suksesnya di suatu bidang adalah sama besar
6.       Peningkatkan Komitmen, mempertahankan keputusan meskipun keputusan tersebut salah, karena sudah menghabiskan banyak hal untuk keputusan hal tersebut.
7.       Kesalahan yang tidak disengaja, percaya bahwa hasil dari peristiwa yang tidak disengaja bisa diprediksi.
8.       Kutukan Pemenang, seorang pemenang dalam lelang biasanya membayar harga yang terlalu tinggi untuk suatu barang.
Selain itu, intuisi juga digunakan karena pengalaman masa lalu yang secara tidak sadar terbawa dalam proses pengambilan keputusan. Pola yang sama dalam masalah yang dihadapi akan memancing munculnya ingatan mengenai masalah yang pernah dihadapi.
Seorang individu akan menggunakan kepuusan intuitif jika:
1.       Ketidakpastian tinggi
2.       Teladan sedikit
3.       Variabel kurang bisa diprediksi secara ilmiah
4.       Fakta-fakta dibatasi
5.       Fakta-fakta tidak menunjukkan jalan dengan jelas
6.       Data analitis sedikit
7.       Solusi yang ada sama baiknya
8.       Waktu yang ada sangat terbatas
9.       Tekanan
Selain itu, perbedaan individual yang mencakup kepribadian, gender, lalu batasan-batasan organisasional seperti evaluasi kinerja, reward and punishment, peraturan, batasan waktu, dan peristiwa historis, juga perbedaan kultural dapat menjadi dasar pembuatan keputusan di sebuah organisasi.



BAB XIX

PERUBAHAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN STRESS

Perubahan dan stress

A.    Kekuatan untuk Perubahan

Kekuatan yang mendorong perubahan
1.       Keadaan angkatan kerja, cth : keragaman kultur yang lebih besar, populasi yang lebih tua, banyak karyawan baru dengan keterampilan yang belum memadai.
Perusahan selalu memberikan seminar atau pelatihan untuk karyawan. Dan menyiapkan pengganti  untuk angkatan kerja yang menua.
2.       Teknologi, cth : Komputer yang lebih canggih dan murah, pengunduhan musik secara online, digitalisasi film.
Sekarang komputer merupakan kebutuhan primer di hampir semua organisasi. Digitalisasi film membuat sebuah film sangat mudah beredar.
3.       Guncangan ekonomi, cth : krisis Amerika, runtuhnya pasar saham, tingkat suku bunga rendah.
Krisis yang terjadi membuat manajer harus mengubah keputusan. Suku bunga yang rendah menyebabkan meningginya harga harga aset.
4.       Persaingan, cth : pesaing global, merger dan konsolidasi, pertumbuhan e-commerce.
Saat ini pesaing bukanlah hanya perusahan yang ada disekitar saja, namun bisa muncul dari perusahan di kota atau negara lain. Bukan hanya perusahaan yang sama besarnya namun juga perusahaan kecil yang lebih berani mengambil resiko.
5.       Tren sosial, cth : media sosial dan chating di internet, lahirnya  generasi baru dengan pola fikir yang berbeda, banyak peretail bermunculan.
Bisnis retail semakin menjamur, media sosial dan percakapan melalui internet merubah cara dalam berpromosi dan berkomunikasi.
6.       Perpolitikan dunia, cth : Perang, perdagangan bebas, terorisme.
Perpolitikan selalu mempengaruhi perilaku suatu perusahaan, karena mau tidak mau mereka harus mengikuti peraturan yang ada.

B.    Mengelola Perubahan Terncana

Ada dua macam perubahan, hanya sekedar perubahan -membuat sesuatu berbeda- atau perubahan terencana –aktifitas-katifitas perubahan yang disengaja dan terarah pada tujuan tertentu-. Namun kebanyakan perubahan yang terjadi dalam suatu perusahaan hanya terjadi begitu saja (memperlakukannya sebagai kejadian yang kebetulan).
Intinya dua tujuan dari sebuah perubahan terencana, meningkatkan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri dari perubahan yang terjadi di lingkungan dan mengubah perilaku karyawan.
 Untuk menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungannya, munculnya pesaing, munculnya UU atau peraturan baru, hilangnya pemasok penting, organisasi harus selalu menyesuaikan diri. Yang harus memulai tentulah agen perubahan(change agent) –orang yang bertindak selaku katalis dan memikul tanggung jawab untuk mengelola dan menjalankan aktifitas perubahan-, dalam perusahaan agen perubahan bisa jadi manajer, presiden atau bahkan karyawan. Tetapi kebanyakan organisasi memulai perubahan transformasional ketika dipimpin oleh orang dari luar jaringan tradisionalnya.
Perubahan juga dapat dibantu oleh jasa konsultan luar (+ memiliki perspektif yang objektif ­– kurang paham mengenai riwayat, kultur, sop dan personalia perusahan tersebut). Apabila dibandingkan dengan manajer atau pimpinan internal maka mereka kan kurang hati-hati dalam memberi solusi karen  mereka tidak harus tinggal dan merasakan resiko(bisa +/-) setelah perubahan tersebut diterapkan.

C.     Resistensi Terhadap Perubahan

Kebanyakan organisasi menolak perubahan, dalm arti positif, hal ini menunjukan adanya kadar stabilitas dan prediktabilitas. Resistensi dapat menyaring suatu ide sehingga memunculkan ide yang lebih bagus, namun juga dapat menghambat penyesuaian dan kemajuan.
-      Resistensi terbuka dan segera, dampaknya muncul secara langsung dan terlihat jelas, bisa berupa komplain atau ancaman mogok atau semacamnya. (lebih mudah diatasi)
-      Resistensi implisit dan tertunda, tidak terlihat jelas seperti terkikisnya kesetiaan pada organisasi,turunya motivasi, naiknya tingkat kesalahan. Bisa berlangsung lama dan terakumulasi (susah diatasi).
Sumber resistensi :
-      Sumber Individual : Kebiasaan, Rasa aman, faktor faktor ekonomi, rasa takut pada hal yang belum diketahui, pemrosesan informasi yang selektif.
-      Sumber Organisasional : Inersia struktural, fokus perusahaan yang terbatas, inersia kelompok, ancaman terhadap keahlian, ancaman terhadap kuasa yang sudah mapan, ancaman terhadap pengalokasian sumber daya yang sudah mapan.
Tetapi tetap, perubahan itu harus diseleksi karena tidak semua perubahan itu baik.

Mengatasi Resistensi terhadap perubahan

a.    Pendidikan dan komunikasi, dengan adanya komunikasi akan berkurang salah informasi dan salah paham. Dan
b.    Partisipasi,  mengikutkan penentang perubahan dalam pengambilan keputusan, dengan asumsi mereka tidak akan menolak hasil pemikiran mereka sendiri
c.     Membangun Dukungan dan Komitmen, memberikan terapi, cuti, atau konseling untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan komitmen.
d.    Negosiasi, dengan menawarkan sesuatu yang bernilai seperti imbalan akan menurunkan resistensi. Tentu dengan mempertimbangkan biaya yang keluar.
e.    Manipulasi dan Kooptasi, manipulasi mengacu pada upaya mempengaruhi secara tersembunyi, pemelintiran dan distorsi fakta adalah contohnya. Kooptasi, mempengaruhi dengan memberikan peran kunci pada para resisten sebagai bentuk “sogokan”. Meminta saran dari mereka, namun bukan untuk dipakai namu sekedar untuk mendapat dukungan mereka.
f.     Memilih orang yang menerima perubahan,  ada kelompok tertentu yang memiliki  sifat toleran dan terbuka pada perubahan, orang orang seperti ini lah yang dipilih kedalam organisasi.
g.    Koersi, teknik terakhir yang berupa pemaksaan atau ancaman, dengan pemotongan gaji , ancaman mutasi, hangusnya promosi, atau evaluasi kinerja negatif.

Politik Prubahan

Agen aagen perubahan internal, biasanya adalah pimpinan yang memiliki jabatan tinggi, dimana mereka dapat mencapai posisi tersebut karena kesesuaian diri mereka dengan budaya organisasi tersebut, maka apabila pemimpin tersebut menginisiasi suatu perubahan ditakutkan akan membuat posisinya terancam karena ada kandidat baru yang lebih sesuai dengan kebudyaan baru perusahaan tersebut. Karena hala itulah agen perubahan biasanya beraasal dari lingkungan eksternal. Orang yang sudah lama berkuasa cenderung hanya melakukan perubahan yang kecil karena merasa perubahan yang radikal berbahaya. Inilah kenapa terkadang dewan direksi sering melirik calon dari luar organisasi, karena pentingnya perubahan radikal.

D.    Pendekatan untuk Mengelola Perubahan

Model Tiga Tahap dari Lewin

Menurut Lewin ada tiga tahapan yang berasil dalam perubahan yaitu pelepasan (unfreezing) status quo, pergerakan (movement) menuju keadaan akhir yang diinginkan dan pembakuan kembali (refreezing) perubahan baru untuk melanggengkannya.



Yang dipermasalahkan adalah pelepasan status quo yang harus menghadapi resistensi karyawan. Maka diperlukan daya dorong –kekuatan yang menghilangkan perilaku dari setatus quo- untuk melawan daya hambat –kekuatan yang menghalngi pergerakan dari kondisi keseimbangan yang ada.  Agar efektif sebaiknya perubahan dilakukan secara cepat agar tidak mengganggu stabilitas perusahaan. Segera naikan daya dorong, bergerak ke tujuaan setelah sampai turunkan lagi daya dorong untuk mencapai setatus quo lagi.

Rencana Delapan Tahap Kotter

John kotter,  mengembangkan teori milik Lewin dengan mempelajari kesalahan yang dibuat para manajer  yaitu,

·         gagal menciptakkan sens of urgency dari perlunya perubahan
·         kegagalan untuk menciptakan koalisi
·         tidak adanya visi untuk berubah
·         ketidak bisaan dalam menyampaikan visi
·         kegagalan dalam menetapkan sasaran jangka pendek
·         kecenderungan untuk menyatakan kemenangan terlalu dini

sedangkan berikut adalah rencana delapan tahap Kotter,
a.       Membangun sense of urgensi
b.      Membentuk koalisi
c.       Menciptakan visi dan strategi untuk mencapai visi tersebut
d.      Mengomunikasikan visi ke anggota
e.      Mendayai  orang lain untuk mengikuti visi
f.        Mengonsolidasi perbaikan
g.       Menjalankan perubahan

Riset Tindakan

Riset tindakan(action research) – suatu proses perubahan yang didasarkan pada pengumpulan data secara sistematis dan selanjutnya pemilihan sebuah tindakan perubahan berdasarkan yang diindikasikan oleh data yang sudah dianalisis- harus melibatkan pihak pihak yang ingin dirubah dalam pencarian solusi dengan adanya sharing info dengan karyawan mengenai data yang sudah didapat.
Proses riset tindakan


 Manfaat riset tindakan adalah manajer dapat berfokus pada masalah dan meminimalisir resistensi karena melibatkan karyawan.

Pengembangan organisasi

Pengembangan organisasi (organizational development)-sekumpulan intervensi perubahan rencana, dibangun, diatas nilai nilai humanistik-demokratis yang berupaya memperbaiki keefektifan organisasi dan kesejahtraan karyawan, berikut adalah nilai nilai yang mendasari OD,

·    Penghormatan terhadap manusia
·    Kepercayaan dan dukungan
·    Penyeimbangan kekuasaan
·    Konfrontasi
·    Partisipasi

Sedangkan teknik intervensinya adalah,
Pelatihan kepekaaan (sensitivity training) kelompok kelompok pelatihan yang berusaha mengubah perilaku melalui interaksi kelompok tak tersetruktur. Bertujuan untuk meningkatkan  kesadaran karyawan.
Umpan balik survei (survey feedback), penggunaan kuisoner untuk mengidentifikasi perbedaaan presepsi antara anggota; diskusi mengikutinya dan solusi solusi ditawarkan. Survei diikuti dengan diskusi untuk menyelesaikan masalah.
Konsultasi proses(proses consultation), seorang konsultan membantu klien untuk memahami proses persitiwa yang harus dihadapinyadan untuk mengidentifikasi proses proses yang perlu perbaikan.
Pembangunan tim (tim building), interaksi yang intens antara anggota anggota kelompok untuk meningkatkan kepercayaan dan kebutuhan.
Pengembangan antarkelompok (intergroup development),Upaya upaya OD untuk mengubah stereotip, dan presepsi yang dimiliki satu kelompok terhadap kelompok lain.
Penyelidikan apresiatif (appreciative inquiry), upaya untuk mencari kulitas unik dan kekuatan khusus dari suatu organisasi, yang dapat diolah lebih jauh untuk memperbaiki kinerja.

E.     Isu Kontemporer Masa Kini

Ada empat isu kontemporer tentang perubahan

Teknologi Di Tempat Kerja

Ada dua isu khusu mengenai teknologi, yaitu :
Proses perbaikan yang terus menerus, artinya baik tidaklah cukup maka harus terus menjadi lebih baik, terus memajukan teknologi yang dimiliki.
Rekayasa ulang proses, memulai semuanya dari awal, melakukan hal hal yang baru pada suatu perusahaan atau merombak perusahaan. Tentunya dengan resiko yang tidak kecil.

Merangsang Inovasi

Inovasi, sebuah gagasan baru yang dijalankan untuk memprakarsai atau memperbarui suatu produk, proses, atau layanan. Sedangkan sumber sumber inovasi adalah
·       struktur organik berpengaruh positif pada inivasi
·       masa kerja yang lama dalam manajemen berhubungan dengan inovasi
·       adanya dana berlebih untuk membiayai inovasi
·       komunikasi yang intens antarunit ada di dalam organisasi organisasi yang inovatif
inovasi sering terhambat rasa takut akan membuat kesalahan yang biasa diatasi dengan pengembangan dan pelatihan karyawan.  Yang diperlukan ketika inovasi mulai muncul adalah pejuang ide (idea champions) mereka adalah pribadi pribadi yang memperkenalkan inovasi secara aktif dan antusias mempromosikannya,membangun basis dukungan, mengatasi resistensi, dan memastikan bahwa gagasan tersebut dijalankan.

Menciptakan Organisasi Pembelajar

Organisasi pembelajar (Learning organization) adalah sebuah organisasi yang telah mengembangkan kapasitas yang terus menerus beradaptasi dan berubah. Kebanyakan organisasi menganut pembelajaran lingkar tunggal (single-loop learning)- memperbaiki kesalahan dengan menggunakan prosedur masa lalu dan kebijakan masa kini- dan tidak penah menentang norma dan asumsi yang sudah mengakar di organisasi, berbeda dengan pembelajaran lingkar ganda (memperbaiki kesalahan dengan cara memodifikasi tujuan, kebijakan, dan SoP)
Ciri-ciri Organisasi Pembelajar
a.       Adanya satu visi bersama
b.      Meninggalkan cara fikir dan prosedur lama untuk menyelesaikan masalah
c.       Para anggota memahami proses, aktivitas, fungsi, dan interaksi organisasi dengan lingkungan
d.      Komunikasi vertikal dan horizontal terbuka
e.      Orang meninggalkan kepentingan kepentingan pribadi untuk departemen.
Yang sering menghambat inovasi adalah, fragmentasi berdasarkan spesialisasi, persaingan (antar karyawan) yang melemahkan kolaborasi, Sikap reaktif dalam memecahkan masalah dan bukanya membawa sesuatu yang baru seperti seorang pencipta.
Trik Mengelola pembelajaran adalah, susun strategi, rancang kembali struktur organisasi, dan bentuk kembali kultur organisasi.
kultur sangatlah mempengaruhi perubahan dalam suatu organisasi. Namun perubahan yang baik adalah perubahan yang mampu menyesuaikan diri dengan kultur tersebut, tentu hal ini akan mempengaruhi cara kerja para ejuang ide.

F.     Stress Kerja dan Pengelolaannya

Memahami Stres dan Akibatnya

Stres, sebuah kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada suatu peluang, tuntutan, atau sumber daya terkait dengan apa yang dihasratkan individu  tersebut dan yang hasilnya dipandang pasti tidak penting. Stres dapat menjadi sebuah tantangan atau menjadi sebuah hambatan. Stres tantangan tentu lebih banyak membawa dampak positif. Stres bisa juga dikatakan tuntutan-tanggung jawab, tekanan, kewajiban, dan bahkan ketidakpastian yang dihadapi di dunia kerja- dan sumber daya-hal hal yang ada dalam kontrol seorang individu yang dapat digunakan untuk menanggapi tuntutan-.  Stres biasa timbul karena banyaknya beban kerja dan kurangnya waktu.
Berikut ini adalah bagaiman proses stres terbentuk,



Mengelola stres

Dalam sudut pandang organisasi stres rendah hingga menengah tidak perlu dikhawatirkan karena dapat memberikan manfaat berupa tantangan. Namu apabila stres tersebut berlangsung lama dan menurunkan kinerja maka harus ditindak lanjuti seperti halnya stres berat. Stres yang pas akan dapat memaksimalkan kinerja karyawan. Untuk mengelolanya ada dua pendekatan.
 Pendekatan individual, dengan cara teknik manajemen waktu, orang yang teratur dapat bekerja dua kali lebih banayak, penambahan waktu olahraga, pelatihan relaksasi, dan perluasan jaringan dukungan sosial seperti dari keluarga, teman, rekan kerja.
Pendekatan Organisasional, bebrapa faktor stres datang dari organisasi itu sendiri. Untuk mengurangi stres manajemen bisa melakukan seleksi personel dan penempatan kerja yang lebih baik, pelatihan, penetapan tujuan yang realistis, pendesainan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan dalam komunikasi organisasi, penawaran cuti panjang atau masa sabatikal, dan penyelenggaraan program program kesejahtraan serta kesehatan karyawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar