BAB I
DASAR DASAR PERILAKU INDIVIDU
1.
Kemampuan
Apakah yang
dimaksud dengan kemampuan ? seperti yang akan sering digunakan, kemampuan (ability) berarti kapasitas
seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan
adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang.
Kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya terdiri atas dua kelompok
faktor : intelektual dan fisik
A.
Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual
(intellectual ability) adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan
berbagai aktivitas mental – berpikir, menalar, dan memecahkan masalah. Individu
dalam sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk alasan yang
tepat, pada nilai yang tinggi. Tujuh dimensi yang paling sering disebutkan yang
membentuk kemampuan intelektual adalah kecerdasan angka, pemahaman verbal, kecepatan presepsi,
penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi spasial, dan daya ingat.
B.
Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik
(physical abilities) tertentu bermakna penting bagi keberhasilan pekerjaan yang
kurang membutuhkan keterampilan dan lebih terstandar. Misalnya,
pekerjaan-pekerjaan ayng menuntut stamina, ketangkasan fisik, kekuatan kaki,
atau bakat-bakat serupa yang membutuhkan manajemen untuk mengidentifikasi
kemampuan fisik seorang karyawan. Penelitain terhadap berbagai persyaratan yang
dibutuhkan dalam ratusan perkerjaan telah mengidentifikasikan sembilan
kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik. Kekuatan
dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis, kekuatan eksplosif, fleksibilitas
luas, fleksibbilitas dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina.
2. Karakteristik – Karakteristik Biografis
Dalam
menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap produktivitas,
ketidakhadiran, perputaran karyawan, penyimpangan, kewargaan, dan kepuasan
karyawan penelitian secara spesifik menganalisi karakteristik-karakteristik
biografis. Beberapa faktor dalam karakterisitik karakteristik biografis
(biographical characteristics) diantaranya yaitu : usia, gender, ras dan masa
jabatan seseorang dalam suatu perusahaan.
3. Pembelajaran
Apakah
pembelajaran (learning) itu ? “pembelajaran adalah apa yang kita lakukan ketika
sekolah” itulah apa yang dikatakan orang-orang pada umumnya. Pembelajaran
terjadi setiap waktu. Oleh karena itu, definisi pembelajaran yang secara umum
dapat diterima adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi
sebagai hasil dari pengalaman.
A.
Teori Pembelajaran
Tiga teori telah
ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana kita memperoleh pola perilaku.
Teori-teori tersebut adalah pengondisian klasik, pengondisian operant, dan
pembelajaran sosial.
1. pengondisian klasik
Jenis pengondisian dimana individu merespons
beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru.
2. pengondisian operant
Jenis pengondisian dimana perilaku sukarela yagn
diharapkan menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah hukuman.
3. pembelajaran sosial
Pembelajaran bahwa orang-orang dapat belajar melalui
pengamatan dan pengalaman langsung.
B.
Cara Manajer Memfasilitasi Pembelajaran Karyawan
Karena
pembelajaran terjadi pada saat sebelum dan selama bekerja, manajer akan menaruh
perhatian pada bagaimana mereka dapat mengajarkan karyawan untuk berperilaku
melalui cara- cara yang paling menguntungkan organisasi. Ketika kita mencoba
membentuk individu dengan membimbing mereka selama pembelajaran yang dilakukan
secara bertahap, kita sedang melakukan pembentukan perilaku (shaping behavior).
BAB III
VSP : MENDAHULUKAN
KEPUASAN KERJA KARYAWAN
SIKAP
Sikap adalah
pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap
objek, individu atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan
seseorang tentang sesuatu.
Dalam materi
bab ini kita akan menjawab enam pertanyaan mengenai sikap yang akan membantu
anda memahami hal ini dengan lebih baik :
1. Apa saja
komponen utama dari sikap ?
2. Seberapa
konsistenkah sikap itu ?
3. Apakah
perilaku selalu mengikuti sikap ?
4. Apakah sikap
kerja yang utama ?
5. Bagaimana
sikap karyawan dapat diukur ?
6. Apa arti
penting dari sikap terhadap keragaman di tempat kerja ?
1. Apa saja
komponen utama dari sikap ?
Sikap mempunyai tiga komponen :
Kesadaran, perasaan, dan perilaku. Mari kita lihat setiap komponen ini.
Komponen
kognitif (cognitive component) : Segmen opini atau keyakinan dari sikap.
Komponen
afektif ( affective component) : Segmen emosional atau perasaan dari sikap.
Komponen
perilaku ( behavioral component) : Niat untuk berperilaku dalam cara tertentu
terhadap seseorang atau sesuatu.
Pandangan bahwa
sikap terdiri atas tiga komponen : Kesadaran, perasaan, dan perilaku sangat
bermanfaat dalam memahami kerumitan hal ini dan hubungan potensial antara sikap
dan perilaku. Perlu diingat bahwa komponen komponen ini sangat berkaitan.
Secara khusus, dalam banyak cara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan.
Jadi, kesadaran dan perasaan saling berkaitan.
2. Seberapa
konsitenkah sikap itu ?
Pada akhir tahun 1950-an, Leon
Festinger mengemukakan teori Ketidaksesuaian Kognitif (cognitive component).
Teori ini berusaha menjelakan hubungan antara sikap dan perilaku.
Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk
pada ketidaksesuaian yang dirasakan oleh seorang individu antara dua sikap atau
lebih, atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk
ketidakkonsistenan apapun tidaklah menyenangkan dan bahwa individu akan
berusaha mengurangi ketidaksesuaian dan, tentunya, ketidaknyamanan tersebut.
Oleh karena itu, individu akan mencari keadaan yang stabil, di mana hanya ada
sedikit ketidaksesuaian.
Tentu saja,
tidak ada individu yang bias sepenuhnya menghindari ketidaksesuaian.
Apabila elemen elemen yang
menghasilkan ketidaksesuaian relative tidak penting, tekanan untuk
memperbaiki ketidakseimbangan akan
rendah. Tingkat pengaruh yang diyakini seseorang terhadap elemen-elemen
tersebut akan berpengaruh terhadap bagaimana mereka bereaksi atas ketidaksesuaian
tersebut. Apabila merasa ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh suatu hal
atas mana mereka tidak memiliki pilihan lain, kemungkinan besar mereka kurang
menerima perubahan sikap.
3. Apakah
perilaku selalu mengikuti sikap ?
Kita telah menegaskan bahwa
sikap memengaruhi perilaku. Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap
bahwa sikap mempunyai hubungan sebab
akibat dengan perilaku ; yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang
mereka lakukan. Akal sehat juga menyatakan sebuah hhubungan.
Namun, pada
akhir tahun 1960-an, hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku
ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Penelitian baru baru ini
menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan
memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bias
ditingkatkan dengan memperhitungkan variable variable pengait.
Variabel
pengait hubungan sikap perilaku yang paling kuat adalah pentingnya sikap,
kekhususan nya, aksesibilitas nya, apakah ada tekanan-tekanan sosial, dan
apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut.
Teori persepsi
diri : Sikap yang digunakan setelah melakukan sesuatu untuk memahami tindakan
yang telah terjadi..
4. Apakah sikap
kerja yang utama ?
Sikap kerja berisi evaluasi
positif atau negative yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek
lingkungan kerja mereka. Sebagian besar penelitian dalam PO berhubungan dengan
tiga sikap : kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan komitmen
organisasional.
Kepuasan kerja
(job satisfaction) dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan positif tentang
pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi
karakteristik-karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasaan kerja yang
tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara
seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negative tentang
pekerjaan tersebut.
Keterlibatan
pekerjaan mengukur tingkat sampai mana individu secara psikologis memihak
pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai
bentuk penghargaan diri.
Pemberian
wewenang psikologis ialah keyakinan karyawan terhadap sejauh apa mereka
mempunyai lingkungan kerja mereka, komptensi mereka, makna pekerjaan mereka dan
otonomi dalam pekerjaan mereka.
Komitmen
organisasional adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah
organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan
keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Tiga dimensi
terpisah komitmen organisasional adalah :
1.
Komitmen afektif; ialah perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam
nilai-nilainya.
2.
Komitmen berkelanjutan; ialah nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dengan
sebuah organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut.
3.
Komitmen normative; ialah komitmen untuk bertahan dengan organisasi untuk
alasan-alasan moral atau etis.
Sikap kerja
yang lain :
·
Dukungan organisasional yang
dirasakan; yaitu tingkat sampai mana karyawan yakin organisasi menghargai
kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka.
·
Keterlibatan karyawan; yaitu
keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka
lakukan.
5. Bagaimana
sikap karyawan dapat diukur ?
Salah satu cara untuk mengukur
sikap karyawan adalah dengan menggunakan survey sikap.
Survey sikap
adalah upaya untuk mendapatkan respons dari karyawan melalui kuisioner mengenai
perasaan mereka terhadap pekerjaan, tim
kerja, penyelia dan organisasi.
6. Apa arti
penting dari sikap terhadap keberagaman di tempat kerja ?
Organisasi mulai melakukan investasi
dalam pelatihan untuk membantu membentuk kembali sikap para karyawan. Mayoritas
pemberi kerja AS dan banyak pemberi kerja berukuran medium dan kecil mendukung
semacam pelatihan perbedaan.
Kepuasan
Kerja
Kita telah mendiskusikan
kepuasan kerja secara singkat sebelumnya. Namun, dalam Bagian ini, kita akan
membedah konsep tersebut lebih seksama. Adapun yang akan kita bahas adalah :
Bagaimana kita mengukur kepuasan kerja ? ; seberapa puaskah karyawan dengan
pekerjaan mereka ? ; apakah yang menyebabkan karyawan memiliki tingkat kepuasan
kerja yang tinggi ? ; dan Bagaimana karyawan yang tidak puas dan puas
memengaruhi sebuah organisai.
Mengukur Kepuasan Kerja
Kita telah mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai suau perasaan posiif tentang pekerjaa seseorang yang
merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Defenisi ini merupakan
sebuah defenisi yang sangat luas. Namun, ini melekat pada proses tersebut.
Setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan,
mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi
standar-standar kinerja, menerima kondisi-kondisi kerja yang acap kali kurang
ideal, dan lain-lain.
Adapun dua
pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan kerja adalah penilaian
tunggal secara umum dan nilai penyajian akhir yang terdiri atas sejumlah aspek
pekerjaan. Penyajian akhir dari segi pekerjaan membantu manajer berfokus pada
keberadaan masalah-masalah tersebut, membuatnya lebih mudah untuk menangani
karyawan yang tidak bahagia serta menyelesaikan masalah dengan lebih cepat dan
akurat.
Seberapa Puas Individu dengan Pekerjaan Mereka ?
Apakah sebagian besar individu
merasa puas denganpekerjaan mereka ?. Tampaknya, jawabannya adalah “ya”, yang
memenuhi syarat di AS dan di sebagian besar Negara maju. Berbagai studi
independen, yang diadakan diantara para pekerja AS selama 30 tahun terakhir,
pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan pekerjaan
mereka.
Penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kepuasan mengalami bnyak perubahan, bergantung pada
segi kepuasan kerja yang kita bicarakan.
Apakah yang Menyebabkan Kepuasan Kerja ?
Pikikan
pekerjaan paling baik yang pernah kita miliki. Apa yang membuatnya demikian ?
Kemungkinannya adalah kita menyukai pekerjaan yang kita kerjakan. Pada
kenyataannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan
jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendiri hamper
selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja
yang tinggi secara keseluruhan. Pekerjaan menarik yang memberikan pelatihan,
variasi, kemerdekaan, dan kendali memuaskan sebagian besar karyawan. Dengan
perkataan lain, sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan
mengbangkitkan semangat daripada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.
Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan
dengan kondisi pekerjaan. Kepribadian juga memainkan sebuah peran.
Pengaruh dari Karyawan yang tidak Puas dan Puas di Tempat
Kerja
Ada konsekuennsi ketika karyawan
menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai
pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis; kerangka keluar pengaruh kesetiaan
pengabdian sangat bermanfaat dalam memahami konsekuensi dari ketidakpuasan.
4 respons dari
kerangka tersebut :
1. Keluar (exit) : Ketidakpuasan yang diungkapkn melalui perilaku yang
ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan
mengundurkan diri.
2. Aspiarasi (voice) : Ketidakpuasan yang diungkapkan melalui
usaha-usaha yang aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi, termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk
aktivitas serikat kerja.
3. Kesetiaan (loyalty) : Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan secara
aktif menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika
berhadapan dengan kecaman eksternal dan memercayai organisasi dan manajemennya
untuk “melakukan hal yang benar”.
4. Pengabdian(neglect) : Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan
membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau
keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka
kesalahan.
Perilaku keluar
dan pengabdian mencakup variable-variabel kinerja kita produktivitas,
ketidakhadiran, dan perputaran karyawan.
Betapa
bermanfaatnya kerangka ini dalam mempresentasikan konsekuensi yang mungkin dari
ketidakpuasan kerja. Sekarang, mari kita diskusikan hasil-hasil yang lebih
spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja :
·
Kepuasan kerja dan kinerja
·
Kepuasan kerja dan perilaku
kewargaan organisasional (organizational citizenship behavior-OCB)
·
Kepuasan kerja dan kepuasan
pelanggan
·
Kepuasan kerja dan
ketidakhadiran
·
Kepuasan kerja dan perputaran
karyawan
·
Kepuasan kerja dan perilaku
menyimpang di tempat kerja.
BAB IV
KEPRIBADIAN
Kepribadian membentuk
perilku setiap individu. Jadi apabila ingin memahami dengan baik perilaku
seseorang dalam suatu organisasi, maka kita harus mengetaui tentang
kepribadiannya. Definisi kepribadian menurut “Gordon Allport” yaitu “organisasi
dinamis dalam sistem psikofisiologis idividu yang menentukan caranya untuk
menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya.” Kepribadian disebut juga
sebagai sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
Faktor-faktor penentu kepribadian
Kepribadian dibentuk oleh
faktor keturunan dan lingkungan.
·
Faktor keturunan
Ada tiga dasar yang
menjelaskan bahwa faktor keturunan menentukan kepribadian seseorang
a.
Berfokus pada penyokong genetis
dari perilaku dan temperamen anak-anak.
Bukti
menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif
dapat dikaitkan dengan karakteristik genetis bawaan.
b.
Berfokus pada anak-anak kembar
yang dipisahkan sejak lahir.
Kepribadian
anak kembar yang dibesarkan dikeluarga yang berbeda ternyata lebih mirip dengan
saudara kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar identik dengan
saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.
c.
Meneliti konsistensi kepuasan
kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi
·
Faktor lingkungan
Lingkungan adalah dimana
tempat kita tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga, teman-teman, dan
kelompok social; dan pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Budaya membentuk
norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari 1 generasi ke generasi berikutnya
serta menghasilkan kosistensi berjalannya waktu. Ideology yang secara instens
berakar disuatu kultur mungkin hanya akan berpengaruh sedikit pada kultur yang
lain akan tetapi pada umummnya stabil dan kosisten, dapat berubah tergantung
pada situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Akan tetapi faktor
keturunan membekali kita dengan sifat dan kemampuan bawaan, tetapi potensi
penuh kita ditentukan oleh seberapa baik kita menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
Sifat-sifat kepribadian
Sifat-sifat kepribadian
adalah karakteristik yang sering muncul dan mendeskrippsikan perilku seorang
individu. Karakteristik-karakteristik tersebut seperti: malu, agresif, patuh,
malas, ambisius, setia, dan takut. Konsep yang
digunakan untuk meneliti sifat-sifat kepribadian yaitu Myers-Briggs Type
Indicators (MBTI) dan Model Lima Besar (The Big Five Model)
·
Myers-Briggs Type Indicators
(MBTI)
Instrumen penilaian
kepribadian berisi 100 pertaanyaan mengenai bagaimana individu akan merasa atau
bertindak dalam situasi tertentu. Berdasarkan jawaban-jawaban dalam tes,
individu diklasifikasikan ke dalam karakteristik ekstraver atau introver,
sensitif atau intuitif, pemikir attau perasa, dan memahami atau menilai.
- Ekstraver
versus Introver
Individu dengan
karakteristik ekstraver digambarkan sebagai ndividu yang ramah, suka bergaul,
dan tegas, sedangkan introver digambarkan sebagai individu yang pendiam dan pemalu.
- Sensitif
versus Intuitif
Individu dengan
karakteristik sensitif digambarkan sebagai individu yang praktis dan lebih
menyukai rutinitas dan urutan. Mereka berfous pada detail. Individu dengan
karakteristik intuitif mengandalkan proses-proses tidak sadar dan melihat
“gambaran umum”.
- Pemikir
versus Perasa
Individu dengan
karakteristik pemikir menggunakan alasan dan logika untuk menangani berbagai
masalah. Individu dengan karakteristik perasa mengandalkan nilai-nilai dan
emosi pribadi mereka.
- Memahami
versus Menilai
Individu dengan
karakteristik memahami cenderung menginginkan kendali dan lebih suka dunia
mereka teratur dan terstruktur. Individu dengan karakteristik menilai cenderung
lebih fleksibel dan spontan.
·
Model Lima Besar (The Big Five)
John Bearden telah
membuktikan bagaimana cara membuat dan memikirkan kembali cara mengatur
individu. Selama beberapa tahun terakhir penelitian mendukung bahwa 5 dimensi
dasar saling mendasari dan mencakup sebagian besar variasi yang signifikan
dalam kepribadian manusia. Faktor 5 besar mencakup :
- Ekstraversi
(exstraversion). Dimensi ini mengatakan tingkat kenyamanan seseorang dalam
berhubungan dengan individu lain. Individu yang Ekstraversi cenderung suka berkelompok,
tegas, dan mudah bersosialisasi; sebaliknya introversi cenderung suka
menyendiri dan pendiam.
- Mudah
akur dan bersepakat (Agreeblesness). Dimensi ini mengatakan kepatuhan individu
terhadap individu yang lainnya. Individu yang suka besepakat adalah individu
yang senang bekerjasama, hangat dan penuh kepercayaan. Sebaliknya individu yang
tidak suka bersepakat cenderung dingin, tidak ramah dan suka menantang.
- Sifat
berhati-hati (Conscientiousness). Dimensi ini merupakan ukuran kepercayaan
artinya individu yang sangat berhati-hati adalah yang bertanggung jawab,
teratur, dapat diandalkan serta gigih; sebaliknya individu yang berhati-hati
rendah cenderung mudah bingung, tidak teratur serta tidak dapat diandalkan.
- Stabilitas
emosi (Emotional Stability). Dimensi ini menilai kemampuan seseorang untuk
menahan stress. Individu yang tingkat emosi yang positif cenderung tenan,
percaya diri dan memiliki pendirian yang teguh. Sebaliknya Individu yang
tingkat emosi yang negative cenderung mudah gugup, khawatir, depresi dan tidak
memiliki penndian yang teguh.
- Terbuka
terhadap hal-hal baru (Openess to Experience). Dimensis ini mengelompokan
individu berdasarkan lingkup minat dan ketertarikannya terhadaphal-hal baru.
Individu yang sangat terbuka cenderung kreatif, ingin tau, dan sensitive
terhadap hal-hal yang bersifat seni. Sebaliknya mereka yang tidak terbuka
cenderung konvensional dan merasa nyaman dengan hal-hal yang sudah ada.
MENILAI KEPRIBADIAN
Alasan kenapa seorang
manajerial perlu mengetahui bagaimana cara menilai pekerjaan adalah karena
penelitian menunjukkan bahwa tes-tes kepribadian sangat berguna dalam membuat
keputusan perekrutan. Nilai kepribadian juga dapat digunakan untuk meramalkan
calon terbaik untuk suatu pekerjaan disamping agar lebih memahami dan lebih
baik dalam mengatur individu yang bekerja pada mereka.
Ada 3 cara utama untuk
menilai kepribadian:
·
Survei Mandiri
Survey mandiri adalah
survey yang umum digunakan yaitu dengan mengisi sendiri form pengisian. Survey
mandiri banyak kekurangan misalnya berbohong untuk mendapatkan nilai terbaik,
juga akurasi yang tidak tepat karena kondisi emotional sangat mempengaruhi
waktu pengisian.
·
Survey peringkat oleh pengamat
Survey peringkat bisa
dilakukan dengan melakukan penilaian yang dilakukan teman sejawat, survey ini
bisa dijadikan pertimbangan yang lebih baik atas keberhasilan suatu pekerjaan.
·
Ukuran proyeksi (Rorschach
Inkbolt test dan Thematic Apperception test-TAT)
Rorschach Inkbolt test
adalah individu diminta unutk menyatakan menyerupai apakah inkblot dan Thematic
Apperception test-TAT adalah individu dimintai menuliskan kisah dari
serangkaian gambar pada kartu. Akan tetapi cara ini jarang digunakan
dikarenakan adanya ketidak seragaman mengartikan.
Sifat kepribadian utama
yang memengaruhi perikalu organisasi
Sifat-sifat kepribadian
spesifik yang menjadi indikaor kuat perilaku di tempat kerja meliputi evaluasi
inti diri seseorang, machiavellianisme, narsisme, pemantauan diri, berani
mengambil risiko, serta kepribadian proaktif, tipe a dan b.
Evaluasi inti diri (Core
self evaluation), konsep ini mengatakan bahwa individu memiliki pandangan akan
dirinya sendiri, ada 2 hal dalam evaluasi inti diri yaitu positif dan negative.
Artinya positif adalah individu menyukai diri sendiri, menganggap diri mereka efektif,
cakap dan mengendalikan lingkungan mereka, sedangkan negative menganggap diri
mereka tidak berdaya atas lingkungan mereka.
Evaluasi inti diri
ditentukan oleh 2 elemen yaitu :
1.
Harga diri (seft esteem) adalah
tingkat menyukai atau tidak menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana
individu menganggap diri mereka berharga dan tidak berharga sebagai seorang
manusia.
2.
Lokus kendali (locus of control)
adalah tingkat dimana individu yakin akan mereka adalah penentu nasib mereka
sendiri. Internal (ilternals) adalah individu yakan bahwa mereka pemegang
kendali atas apa pun yang terjadi pada mereka sedangkan eksternal (externals)
adalah individu yakin bahwa apa pun dikendalikan oleh kekuatan luar seperti
keberuntungan dan kesempatan.
Machiavellianisme
(Machiavellianisme-mach) berasal dari nama niccolo Machiavelli berpendapat
tentang bagaimana cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan. Individu dengan
Machiavellianisme cenderung pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan
yakin bahwa hasil lebih penting dari pada proses. Namun sifat Machiavellianisme
dapat diredam oleh faktor-faktor situasional yaitu :
1)
Ketika mereka berinterasi secara
langsung dengan individu lain, bukan secara tidak langsung
2)
Ketika situasi mempunyai sedikit
peraturan, yang memungkinkan kebebedan improvisasi
3)
Bila keterlibatan emosional
dengan detail-detail yang tidak relevan dengan keberhasilan menggangu individu
mach yang rendah
Narsisme (nascissism)
adalah individu yang mendeskripsikan yang menpunyai rasa kepentingan diri yang
berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, mengutamakan diri sendiri dan
arogan. Menurut penelitian individu tipe ini mempunyai pandangan mereka adalah
peminpin yang labih baik bila dibandingkan rekan-rekan mereka sedangkan atasan
mereka menilai mereka pemimpin yang buruk.
Pemantau diri (self
monitoring) merujuk pada kemampuan seorang individu untuk menyesuaikan
perilakunya dengan faktor-faktor situasional eksternal. Mereka sangat peka
terhadap isyarat-isyarat eksternal dan mampu menyesuaikan perilaku dengan
situasi yang berbeda-beda.
Pengambil Resiko,
kecenderungan untuk mengambil atau menghindari resiko telah terbukti
berpengaruh terhadap berapa lama waktu yang dibutuhkan manajer untuk membuat
keputusan dan berapa banyak informasi yang mereka butuhkan untuk membuat pilihan.
Kepribadian tipe A adalah
individu yang luar biasa kompetitif dan selalu terlihat mengalami keterdesakan
waktu. Karakteristik kepribadian tipa A yaitu :
1)
Selalu bergerak, berjalan, dan
makan dengan cepat
2)
Merasa tidak sabaran
3)
Berusaha keras untuk memikirkan
atau melakukan dua hal atau lebih pada saat yang bersamaan
4)
Tidak dapat menikmati waktu
luang
5)
Terobsesi dengan angka-angka,
mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal yang bisa mereka peroleh.
Berbeda dengan
kepribadian tibe B, jarang tergoda oleh keinginan untuk mendapatkan sejumlah
hal yang terus meningkatkan atau berpartisipasi dalam serangkaian peristiwa
yang terus berkembang dengan jumlah yang selalu berkurang. Karakteristik tipe B
adalah :
1)
Tidak pernah pengalami
keterdesakan waktu atau ketidaksabaran
2)
Merasa tidak perlu
memperlihatkan atau mendiskusikan pencapaian maupun prestasi mereka kecuali
atas tuntusan situasi
3)
Bersenang-senang dan bersantai
daripada berusaha menunjukkan kenggulan mereka
4)
Bisa santai tanpa merasa
bersalah.
Kepribadian proaktif
(Proactive personality) cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak,
dan tekun sehingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Mereka menciptakan
perubahan positif dalam lingkungan tanpa memperdulikan batasan dan halangan
sehingga individu yang proaktif sangan dibutuhkan dalam perusahaan. Individu
proaktif juga cenderung mencari informasi pekerjaan mengenai organisasi,
mengembangkan kontak posisi yang tinggi, terlihat dalam perencanaan karier, dan
tekun ketika menghadapi rintangan-rintangan karier.
Kepribadian Dan Kultur Nasional
Tidak ada tipe
kepribadian umum untuk suatu Negara tertentu, Menemukan pengambil resiko yang
tinggi dan rendah hampir setiap kultur. Namun, kultur suatu Negara mempengaruhi
karakteristik kepribadian yang dominan dari populasinya. Terbukti bahwa
kultur-kultur berbeda berdasarkan hubungan individu dengan lingkungan mereka.
Dalam beberapa kultur orang-orang yakin bahwa mereka bisa mendominasi
lingkungan mereka sedangkan dinegara lain yakin bahwa kehidupan pada dasarnya
telah ditentukan sebelumnya oleh kekuatan yang lain.
NILAI
Nilai (Value) menunjukkan
alas an dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai
secara pribadi atau social dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir
yang berlawanan”. Nilai memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang
individu mengenai hal-hal yang bener, baik atau diinginkan. Nilai mempunyai
sifat isi dan intensitas. Sifat isi menyampaikan bahwa cara pelaksanaan atau
keadaan akhir dari kehidupan adalah penting. Sifat intensitas menjelaskan
betapa pentingnya hal tersebut. Jadi ketika menggolongkan nilai seorang
individu menurut intensitasnya kita kenal dengan sistem nilai (value sistem)
orang tersebut.
Nilai mempuyai
kecenderungan yang relative stabil dan berlangsung lama. Sejak kecil kita
diberi tahu bahwa perilaku-perilaku tertentu pantas atau tidak. Pembelajaran
nilai secara absolute atau secara “Hitam atau Putih” inilah yang setidaknya
menjamin kestabilan dan daya tahan nilai tersebut.
Pentingnya Nilai
Nilai sangat penting
terhadap penelitian perilaku organisasional karena menjadi dasar pemahaman dan
motivasi individu, dan dikarenakan berpengaruh juga pada persepsi kita. Secara
umum nilai mempengaruhi sikap dan perilaku, misal sebuah perusahaan dan
memiliki pendangan bahwa pengalokasian imbalan berdasarkan pretasi kerja adalah
benar, sementara pengalokasian imbalan berdasarkan senioritas adalah salah.
Sehingga hal tersebut memicu untuk tidak berupaya semaksimal mungkin karena
“bagaimana pun juga, hal tersebut tidak akan menghasilkan lebih banyak
imbalan”.
Jenis-jenis Nilai
·
Rokeach value survey (Milton
Rokeach), terdiri dari 18 pokok nilai individu, satu kumpulan disebut nilai
terminal (terminal value) merujuk pada keadaan – keadaan akhir yang diinginkan
yang merupakan tujuan yang dicapai seseorang selama hidupnya. Kumpulan lainnya
yaitu nilai instrumental (Instrumental value), merujuk pada perilaku atau
cara-cara yang lebih disukai untuk mencapai suatu terminal. Penelitian RVS
berubah-ubah diantara setiap kelompok dalam individu dalam pekerjaan atau
kategori yang sama. Perbedaan ini menjadi sulit ketika kelompok-kelompok
tersebut harus bernegosiasi satu sama lainnya serta dapat menimbulkan konflik
ketika harus berhadapan mengenai kebijaksanaan ekonomi dan social organisasi.
·
Kelompok kerja kontemporer,
merupakan penggabungan beberapa analisis terbaru mengenai nilai kerja ke dalam
empat kelompok yang berusaha mendapatkan nilai unik dari kelompok atau generasi
yang berbeda – beda dalam angkatan kerja. Kelompok kerja kontemporer ini
mempunyai beberapa kekurangan antara lain:
1)
Tidak bisa membuat asumsi bahwa
kerangka ini bisa diterapkan secara universal diseluruh kultur
2)
Terdapat sangat sedikit
penelitian yang tepat mengenai nilai generasional, sehingga memerlukan
kerangkan intuitif
3)
Hal ini merupakan
kategori-kategori yang tidak tepat.
Pemahaman bahwa nilai
individual berbeda tetapi cenderung mencerminkan nilai social pada periode
dimana individu tumbuh dapat menjadi sebuah masukan yang berharga dalam menjelaskan
dan memprediksi perilaku. Karyawan pada usia 60-an akhir, misalnya cenderung
lebih bisa menerima otoritas bila dibandingkan rekan-rekan kerja mereka yang
usianya 10 – 15 tahun lebih muda. Bila dibandingkan pada orang tua mereka,
pekerja yang usia 30-an kemungkinan besar menolak keras jika harus bekerja pada
akhir pekan dan lebih mudah meninggalkan pekerjaan pada karier menengah untuk
mengejar karier lain yang memberikan lebih banyak waktu luang.
Nilai, Kesetiaan dan Perilaku Etis
Skandal-skandal terbaru
perusahaan seperti manipulasi laporan keuangan, penyembunyian fakta, dan
konflik-konflik kepentingan memang menunjukkan suatu penurunan, apakah hal ini
dapat menurunkan etika bisnis?
Penurunan dalam standard
- standard etika, mungkin kita mendapatkan sebuah penjelasan yang masuk akal.
Bagaimanapun, manajer terus melaporkan bahwa tindakan atasan mereka merupakan
faktor terpenting yang mempengaruhi perilaku etis dan tidak etis dalam
organisasi mereka. Dengan fakta ini, nilai yang dimiliki oleh individu yang
berada pada posisi manajemen menengah dan atas harus memiliki kaitan dengan
seluruh iklim etis dalam sebuah organisasi.
Generasi Boomer naik
ketingkat menajemen yang lebih tinggi, pada posisi manajer menengah dan puncak.
Kesetiaan Generasi boomer adalah pada karier mereka serta focus perhatian
mereka pada menjadi “nomor satu”. Potensial sekarang adalah pada generasi X
yang sedang bergerak menuju celah-celah manajemen menengah dan dengan segera
akan naik ke manajemen puncak. Karena dangat menghargai hubungan, mereka
cenderung mempertimbangakan implikasi etis dari tindakan-tindakan mereka
terhadap individu lain disekitar mereka. Sehingga dapat dilihat peningkatan
standatd etika dalam bisnis selama satu atau dua decade berikutnya semata-mata
sebagai hasil dari nilai yang berubah dalam posisi manajemen.
Nilai Lintas Kultur
Kerangka hofstede untuk
menilai kultur sekitar tahun 1970-an oleh Geert Hofstede, ia menemukan bahwa
manajer dan karyawan memiliki lima dimensi nilai kultur nasional yang berbeda –
beda, dimensi tersebut adalah :
1.
Jarak kekuasaan (power
distance). Tingkatkan dimana individu dalam suatu Negara setuju bahwa kekuatan
dalam institusi dan organisasi didistribusikan secara tidak sama. Kultur-kultur
seperti ini cenderung mengikuti sistem kelas atau kasta yang tidak mendukung
mobilitas warga negaranya ke atas. Peringkat jarak kekuasaan yang rendah
menunjukkan bahwa kultur tersebut tidak mendukung perbedaan antara kekuatan dan
kekayaan karena menekankan pada persamaan dan peluang.
2.
Individualisme (individualism)
versus kolektivisme (collectivism). Individualisme adalah tingkatan dimana
individu lebih suka bertindak sebagai individu daripada sebagai anggota suatu
kelompok dan menjunjung tinggi hak-hak individual. Kolektivisme menekankan
kerangka social yang kuat dimana individu mengharap individu lain dalam
kelompok mereka untuk menjaga dan melindungi mereka.
3.
Maskulinitas (masculinity)
versus feminitas (feminity). Tingkatan dimana kultur lebih menyukai peran-peran
maskulin tradisioanal seperti pencapaian, kekuatan, dan pengendalian versus
kultur yang memandang pria dan wanita memiliki kedudukan yang sejajar.
Penilaian maskulinitas yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat peran yang
terpisah untuk pria dan wanita, dengan pria yang mendominasi. Penilaian feminitas
yang tinggi berarti bahwa terdapat sedikit perbedaan antara pria dan wanita,
ini juga tidak berarti menekankan persamaan antara pria dan wanita.
4.
Penghindaran ketidakpastian
(uncertainity avoidance). Tingkatan ini dimana individu dalam suatu Negara lebih
memilih situasi terstruktur dibandingkan tidak terstruktur.Individu memiliki
tingkat kekhawatiran yang juga tinggi mengenai ketidakpastian dan ambiguitas.
Kultur ini cenderung menekankan hukum,peraturan,dan kendali yang didesain untuk
mengurangi ketidakpastian. Kultur ketidakpastian rendah individu tidak begitu
cemas akan ambiguitas dan ketidakpastian serta memiliki toleransi akan
keragaman opini.
5.
Orientasi jangka panjang (long
term orientation) versus orientasi jangka pendek (short term orientation). Individu
dalam kultur orientasi jangka panjang melihat kemasa depan dan menghargai
penghematan,ketekunan, dan tradisi. Sedangkan individu kultur jangka pendek
menghargai masa kini;perubahan diterima dengan lebih siap,dan komitmen tidak
mewakili halangan-halangan menuju perubahan.
Kerangka globe untuk
menilai kultur (Global leadership and Organizatioanal Behavior Effectiveness)
adalah sebuah penyelidikan lintas cultural mengenai kepemimpinan dan kultur
nasional yang terus menerus dilakukan dan tim globe mengidentifikasi 9 dimensi
dalam kultur nasional yang saling berbeda antara lain:
1.
Ketegasan. Tingakatan sampai
mana suatu masyarakat mendorong individu untuk bersikap tegar, konfrontatif,
tegas,dan kompetitif dibandingkan rendah hati dan lembut
2.
Orientasi masa depan.Tingkatan
sampai mana suatu masyarkat mendorong dan menghargai perilaku yang berorientasi
pada masa depan, seperti perencanaan, investasi masa depan, danpenundaan
kepuasan. Hal ini sama dengan orientasi jangka panjang atau jangka pendek milik
Hofstede.
3.
Perbedaan gender. Tingkatan
sampai mana suatu masyarakat memperbesar perbedaan peran gender (dimensi
maskulinitas-femininitas)
4.
Penghindaran ketidakpastian. Tim
globe mendifinisikan istilah ini sebagai kepercayaan masyarakat terhadap norma
dan prosedur social untuk mengurangi ketidak mampuan dalam memprediksi kejadian
masa depan.
5.
Jarak kekuasaan. Tim globe
mendefinisikan sebagai tingkatan sampai mana anggota suatu masyarakat dapat
menerima kekuasaan dibagi secara tidak adil.
6.
Individualisme/kolektivisme. Didefinisikan
sebagai tingkatan sampai mana individu didorong untuk situasi-situasi
sosialnuntuk bergabung dalam kelompok-kelompok suatu organisasi dalam
masyarakat.
7.
Kolektivisme dalam kelompok.
Dimensi ini mencakup hal luas dari bagaimana anggota suatu institusi social
merasa bangga atas keanggotaannya dalam kelompok kecil seperti keluarga, dan
perusahaan tempatnya bekerja
8.
Orientasi kinerja. Tingkatan
sampai mana suatu masyarakat mendorong dan menghargaianggotanya atas
peningkatan prestasi dan keunggulan.
9.
Orientasi kemanusiaan. Tingkatan
sampai mana suatu masyarakat mendorong dan menghargai individu untuk bersikap
adil,altruistis (mendahulukan kepentingan individu lain), murah hati,
perhatian,dan baik terhadap individu lain.
Implikasi terhadap PO. Po
telah menjadi sebuah disiplin ilmu global dan konsep-konsepnya harus
mencerminkan nilai-nilai cultural yang berbeda dari individu di negara-negara
yang berbeda. Untungnya terdapat banyak penelitian yang telah diterbitkan
selama beberapa tahun terakhir, yang memungkinkan kita untuk menentukan dimana
konsep-konsep PO dapat diterapkan secara universal pada seluruh kultur dan di
mana konsep-konsep tidak bisa diterapkan. Dalam bab-bab selanjutnyakita akan
berhenti secara berkala untuk dapat menilai apakah temuan-temuan PO dapat
diterapkan secara umum dan bagaimana temuan-temuan tersebut perlu dimodifikasi
di Negara yang berbeda.
Menghubungkan kepribadian dan nilai seorang individu dengan tempat kerja
1. Kesesuaian
individu-pekerjaan
Teori kesesuaian
kepribadian-pekerjaan (personality-job fit theory) teori ini didasarkan pada
pendapat tentang kesesuaian antara karakteristik kepribadian seseorang individu
dengan pekerjaan. Holland menghadirkan 6 type kepribadian yaitu:
Jenis
Karakteristik-karakteristik kepribadian Pekerjaan-pekerjaan yang kongkruen
·
Realistis: lebih menyukai
aktivitas fisik yang membutuhkan ketrampilan, kekuatan, dan koordinasi.
Karakteristiknya: Pemalu,sungguh-sungguh, gigih, stabil, mudah menyesuaikan
diri, praktis. Pekerjaan yang kongruen: Mekanik,operator alat bor, pekerjaan
lini perakitan, petani
·
Investigatif: Lebih menyukai
aktivitas yang melibatkan proses berfikir, berorganisasi dan memahami.
Karakteristiknya: Analisis, tidak dibuat-buat, ingin tahu, bebas. Pekerjaan
yang kongruen: Ahli biologi, ahli ekonomi, ahli matematika, dan pembawa berita
·
Sosial : Lebih menyukai
aktivitas social seperti membantu dan mengarahkan orang lain. Karakteristiknya:
Suka bergaul, ramah, kooperatif, pengertian. Pekerjaan yang kongruen: Pekerja
social, guru, konselor, psikologi klinis
·
Konvensional : lebih menyukai
aktivitas yang diatur oleh peraturan yang rapid an tidak ambigu.
Karakteristiknya: Patuh, efisien, praktis, tidak imajinatif, tidak fleksibel.
Pekerjaan yang kongruen: Akuntan, manajer perusahaan, kasir bank, juru tulis
·
Giat : Lebih menyukai aktivitas
verbal dimana terdapat banyak peluang untuk mempengeruhi orang lain dan
memperoleh kekuasaan. Karakteristiknya: Percaya diri, ambisius, energik,
mendominasi. Pekerjaan yang kongruen: Pengacara, agen real estate, humas,
manajer bisnis
·
Artistic : lebih menyukai
aktivitas ambigu dan tidak sistematis memungkinkan ekspresi yang kreatif.
Karakteristiknya: Imajinatif, tidak suka bekerja dibawah aturan, idealisistis,
emosional, tidak praktis. Pekerjaan yang kongruen: Pelukis, musisi, penulis,
desainer interior
Holland telah
mengembangkan sebuah kuesioner vocational preference inventory yang memuat 160
jenis pekerjaan. Responden memberitahu pekerjaan yang mereka sukai atau tidak,
dan jawaban-jawaban tersebut digunakan untuk membentuk profil kepribadian.
Teori tersebut menunjukkan bahwa ketika kepribadian dan pekerjaan sangat cocok,
kepuasan menempati peringkat tertinggi, sementara perputaran karyawan terendah.
Individu dengan karakteristik social harus melakukan pekerjaan social, invidu
konvensional melakukan pekerjaan konvensional dan selanjutnya. Ada 3 point
utama model ini,yaitu :
a.
Terdapat perbedaan intrinsic
dalam kepribadian diantara para individu
b.
Terdapat jenis pekerjaan yang
berbeda-beda
c.
Individu yang melakukan
pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian mereka harus merasa lebih nyaman dan
memungkinkan lebih sedikit untuk mengundurkan diri bila dibandingkan individu
yang melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kepribadian mereka.
Kesesuaian Individu – Organisasi
Selama bertahun-tahun
pembahasan telah diperluas hingga mencakup penyepadanan individu dengan
organisasi serta dengan pekerjaan. Berkaitan dengan organisasi menghadapi
lingkungan yang dinamis dan berubah-ubah serta membutuhkan karyawan yang siap
mengubah tugas dan bergerak secara mudah dalam tim. Adalah penting bahwa
kepribadian para karyawan sesuai dengan keseluruhan kultur organisasi dari pada
hanya dengan karakteristik—karakteristik dari pekerjaan tertentu.
Penelitian terhadap
kesesuaian individu –organisasi juga menelaah nilai individu dan apakah hal
tersebut sesuai dengan kultur organisasi. Kesesuaian antara nilai karyawan
dengan kultur organisasi mereka menjadi dasar kepuasan kerja, komitmen terhadap
organisasi, dan tingkat perputaran karyawan yang lenih rendah. Mengikuti
pedoman ini pada saat perekrutan seharusnya dapat membantu kita memilih
karyawan yang sesuai dengan kultur organisasi, yang pada akhirnya menghasilkan
tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi dan perputaran karyawan lebih
rendah.
OCP (organizational
Culture Profile) bisa membantu menilai apakah nilai individu sesuai dengan
nilai suatu pekerjaan, memilah karakteristik-karakteristik mereka berdasarkan
pentingnya, yang menunjukkan apa yang dihargai oleh seseorang. Alasannnya
nilai-nilai yang dinilai dalam OCP menghasilkan nilai-nilai yang menempati
nilai tertinggi dalam piramida OCP.
Ringkasan Dan
Implikasi Untuk Menajer
Kepribadian. Pada
peneliti pada pertengahan tahun 1980-an berusaha mencari keterkaitan antara
kepribadian dan prektasi kerja. “Hasil penelitian selama lebih dari 80 tahun
tersebut adalah kepribadian dan pretasi kerja tidak terkait secata berarti
dalam semua sifat atau situasi”. Tetapi terkait dengan upaya di tempat kerja
terdapat bukti yang impresif bahwa individu yang mendapat nilai tinggi dalam
sikap berhati-hati, ekstraversi, dan stabilitas emosi cenderung merupakan
karyawan yang bermotivasi tinggi. Tentu saja, faktor – faktor seperti
situasional perlu dipertimbangkan.
Nilai. Menilai individu
sangat penting walaupun tidak memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku,
tapi nilai sangat memengaruhi sekap, perilaku, presepsi seseorang. Dengan
beranggapan bahwa nilai-nilai setiap individu berbeda, manajer dapat
menggunakan RVS untuk menilai apakah nilai-nilai mereka sejalan dengan
nilai-nilai dominan organisasi. Prestasi kerja dan kepuasan kerja para karyawan
cenderung lebih tinggi bila nilai-nilai mereka sangat sesuai dengan organisasi.
Hal ini member alasan bagi para manajer untuk berusaha keras selama
penyeleksian karyawan guna mencari kandidat yang tidak hanya memiliki
kemampuan, pengalaman, dan motiivasi untuk bekerja tetapi juga sistem nilai
yang sesuai dengan sistem nilai organisasi.
BAB V
Persepsi dan Pembuatan Keputusan Individu
A. Pengertian
Persepsi
Persepsi adalah proses
interpretasi kesan-kesan yang ditangkap panca indra manusia yang menjadi arti
bagi sesuatu. Persepsi penting dalam mempelajari perilaku organisasi, karena
perilaku seseorang didasarkan pada persepsi mereka pada kenyataan, bukan akan
kenyataan itu sendiri.
Persepsi seseorang ditentukan
oleh tiga hal, yaitu karakteristik pembuat persepsi (subjek), karakteristik
target (objek), serta konteks atau kondisi pada saat pembuat persepsi melakukan
penilaian mengenai target.
Karakteristik subjek merupakan
segala hal/keadaan yang berada pada diri subjek, seperti cara pikir, agama,
pengalaman masa lampau, nilai-nilai yang dianut, kecerdasan, dan lainnya. Sebagai
contoh, dalam menilai seseorang, seorang ulama dan seorang awam akan memiliki
penilaian masing-masing.
Karakteristik objek merupakan
segala hal/keadaan yang melekat pada diri target, yang menjadi indikator bagi
subjek untuk melakukan penilaian. Bahkan satu perbedaan karakteristik seseorang
dapat merubah persepsi secara jauh. Termasuk di dalamnya adalah sikap, warna
kulit, sifat, penampilan, cara berjalan, dan lainnya.
Konteks atau kondisi juga menjadi
variabel untuk menentukan persepsi, seperti seseorang yang memakai kaus saja
ketika acara olahraga dianggap pantas, tetapi saat acara keagamaan dianggap
kurang pantas.
B. Penilaian
terhadap Individu Lainnya
Persepsi pada dasarnya dimiliki
seorang individu akan segala hal yang dilihatnya, sesuai dengan ketiga hal yang
telah disebutkan sebelumnya. Sesuai konteks perilaku organisasi, apa yang
penting dipelajari dalam konteks ini adalah bagaimana cara individu menilai
perilaku individu lainnya.
Menurut teori hubungan, penilaian
akan perilaku seorang individu dilakukan dengan tujuan menentukan apakah
perilaku tersebut disebabkan secara internal (secara bawaan, atas kendali pribadi)
atau eksternal (lingkungan sekitar).
Penilaian dilakukan dengan
bergantung kepada tiga faktor, yaitu kekhususan, konsensus, dan konsistensi
Kekhususan artinya menilai
perilaku dari sesuatu perilaku yang tidak biasa dilakukan seorang individu. Apabila
seseorang menunjukkan perilaku yang dianggap khusus (tidak biasa dilakukan)
maka dia akan dinilai berperilaku karena penyebab eksternal
Konsensus adalah penilaian dengan cara melihat apakah
perilaku pada seseorang terjadi juga pada pihak lain yang setingkat pada saat
perubahan perilaku terjadi (misal: pegawai satu dengan lainnya). Jika banyak
yang melakukan, maka perilaku dianggap disebabkan pengaruh eksternal.
Konsistensi adalah penilaian
terhadap seberapa konsisten/sama perilaku seseorang terhadap kondisi sama yang
menimpanya. Contohnya apabila seseorang memang terbiasa terlambat 10 menit,
maka konsistensi keterlambatannya tinggi. Jika konsistensi tinggi, maka
penilaian akan perilaku akan cenderung menunjuk pengaruh internal sebagai
penyebab.
Lebih jauh lagi, terdapat
indikasi bahwa seseorang cenderung menunjuk pengaruh internal sebagai penyebab
perilaku dan sedikit mengabaikan pengaruh eksternal (fundamental attribution error, kesalahan penilaian fundamental)
yang dapat saja disebabkan karena tidak melihat faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhi dengan seksama, bahkan mungkin tidak sadar atasnya.
Selain itu, ketika seseorang
berhasil atau gagal maka dia akan melakukan penilaian faktor penyebabnya sesuai
dengan budaya dan sistem sosial yang dianutnya, seperti pada manajer barat
apabila menemui kegagalan akan menyalahkan anak buahnya sedangkan manajer asia
akan menyalahkan dirinya sendiri.
C. ‘Jalan
Pintas’ Penilaian
Karena cukup banyaknya hal yang
menjadi dasar penilaian atas individu, seringkali ada penggunaan jalan-jalan
pintas yang dikembangkan untuk mempersingkat dan mempermudah proses pembentukan
persepsi, yang terkadang akurat dan menguntungkan, namun juga terkadang salah
besar dan merugikan banyak pihak.
Persepsi Selektif
Pembentukan persepsi dilakukan dengan
cara memilih-memilih hal yang menarik, menurut fokus pribadi yang didasari
dengan pengalaman, pengetahuan, latar belakang, sentimen, kecerdasan, dan
lain-lain. Contohnya adalah penilaian positif kepada salah satu pemimpin yang
sering mengunjungi rakyatnya, karena pengalaman pribadi yang negatif kepada
figur-figur sebelumnya yang sepertinya acuh terhadap rakyat.
Efek Halo
Pembentukan persepsi umum yang
dikaitkan dengan suatu karakteristik tertentu, seperti orang yang senang
berpakaian perlente dianggap orang kaya, atau orang yang sering melamun
dianggap kurang responsif.
Proyeksi
Pembentukan persepsi dilakukan
dengan mempersamakan nilai atau keadaan yang ada pada diri sendiri dengan nilai
atau keadaan yang ada pada diri objek penilaian. Contoh: apabila seseorang
berpikiran bahwa cinta adalah hal yang menyakitkan, maka dia akan menilai bahwa
orang lain pun berpikiran sama.
Pembentukan Stereotipe
Pembentukan persepsi yang
didasari fakta bahwa objek merupakan anggota dari kelompok tertentu. Ketika
suatu kelompok diasosiasikan dengan perilaku tertentu, setiap anggotanya akan
diasosiasikan dengan perilaku yang sama. Contohnya: persepsi bahwa orang islam
adalah teroris, orang yahudi itu licik dan pelit, serta orang nasrani yang
tidak rasional.
Jalan-jalan pintas yang
disebutkan di atas hanyalah beberapa dari sekian banyak cara penilaian perilaku
individu. Jalan-jalan pintas tersebut, memiliki pengaruh pada banyak aktifitas
di organisasi seperti wawancara, harapan kinerja, profil etnis, evaluasi
kinerja dan lain-lain.
D. Hubungan
Persepsi dengan Keputusan Individu
Pada dasarnya, pembuatan
keputusan adalah reaksi terhadap sebuah masalah. Telah disebutkan sebelumnya
bahwa persepsi ditentukan oleh banyak hal. Pada pembuatan keputusan, persepsi
akan dipengaruhi oleh informasi yang masuk selama pembuatan keputusan. Informasi
yang dapat diambil dari mana saja, dan terkategori menjadi tiga hal yang telah
disebutkan pada bagian A.
Relevansi informasi tersebut,
tentu saja diolah lagi dan diinterpretasikan lagi menurut persepsi pribadi. Sehingga,
ketika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan informasi
sesuai dengan yang seharusnya, maka akan muncul penyimpangan-penyimpangan
interpretasi yang akan mempengaruhi outcome
keputusan melalui analisis dan kesimpulan yang tidak tepat.
E. Pembuatan
Keputusan yang Ideal
Idealnya sebuah keputusan yang
baik adalah keputusan yang rasional, artinya sesuai dengan kenyataan yang ada
dan keadaan serta nilai-nilai yang dianut.
Keputusan yang rasional dapat
dibuat dengan cara mengikuti Model Rasional yang terdiri dari enam langkah,
yaitu:
1.
Definisikan masalah;
2.
Identifikasi kriteria keputusan, apa keputusan yang ingin dicapai;
3.
Menimbang kriteria yang telah dipilih,
menentukan prioritas;
4.
Membuat alternatif pemecahan masalah
5.
Menilai alternatif yang ada dengan kriteria yang
sudah dipilih
6.
Evaluasi alternatif, mana yang akan lebih cocok
dengan kriteria yang ditetapkan
Selain itu, pembuat keputusan
hendaknya kreatif, dalam artian bisa melihat peluang dan menciptakan ide-ide
yang baru dan bermanfaat dengan kondisi yang ada.
Penilaian kreatifitas bisa
dilihat dari potensi seseorang untuk menjadi kreatif (bawaan), serta dari
penerapan tiga komponen model kreatifitas yaitu keahlian/pengetahuan,
keterampilan berpikir kreatif , dan motivasi intrinsik untuk pengerjaan tugas
tersebut.
F.
Pembuatan Keputusan dalam Organisasi pada Dunia
Nyata
Sebagian besar keputusan di dunia nyata tidak mengikuti
model rasional, sebagai contoh, apabila solusi sudah bisa dierima atau masuk
akal, biasanya langsung diterima. Lagi-lagi penilaian bermain pada pembuatan
keputusan. Berikut adalah bagaimana sebenarnya keputusan dalam banyak
organisasi dibuat
Pembatasan Rasionalitas
Ketika menghadapi masalah yang sangat kompleks,m sebagian
besar individu merespons dengan mengurangi masalah tersebut sampai pada tingkat
bisa dimengeri dengan mudah, karena keterbatasan kemampuan pemrosesan
informasi.
Artinya, kerumitan yang ada pada masalah tidak digali
semuanya, melainkan hanya detail-detail yang dianggap penting saja yang dijadikan
pedoman atau dasar pembuatan masalah.
Bias dan Kesalahan Umum
Untuk mempercepat proses keputusan, terkadang individu
cenderung terlalu mengandalkan pengalaman, gerakan hati, perasaan berani, dan
peraturan yang enak. Berikut adalah penyimpangan-penyimpangan yang paling umum
1. Overconfidence, terlalu percaya diri
padahal tidak tahu banyak mengenai sesuatu
2. Bias Jangkar, sangat tertarik dengan
informasi awal, tetapi gagal menyesuaikan diri dengan baik untuk informasi yang
berikutnya.
3. Bias Konfirmasi, mencari informasi yang
menguatkan pilihan-pilihan kita di masa lalu.
4. Bias Ketersediaan, anggapan yang
didasarkan berdasarkan informasi yang sudah tersedia, tanpa mencari informasi
lain.
5. Bias Representatif, merasa terwakili
wakil kelompoknya di suatu bidang lalu menganggap bahwa kesempatannya untuk
menjadi sama suksesnya di suatu bidang adalah sama besar
6. Peningkatkan Komitmen, mempertahankan
keputusan meskipun keputusan tersebut salah, karena sudah menghabiskan banyak
hal untuk keputusan hal tersebut.
7. Kesalahan yang tidak disengaja, percaya
bahwa hasil dari peristiwa yang tidak disengaja bisa diprediksi.
8. Kutukan Pemenang, seorang pemenang
dalam lelang biasanya membayar harga yang terlalu tinggi untuk suatu barang.
Selain itu, intuisi juga digunakan karena pengalaman masa
lalu yang secara tidak sadar terbawa dalam proses pengambilan keputusan. Pola
yang sama dalam masalah yang dihadapi akan memancing munculnya ingatan mengenai
masalah yang pernah dihadapi.
Seorang individu akan menggunakan kepuusan intuitif jika:
1. Ketidakpastian
tinggi
2. Teladan
sedikit
3. Variabel
kurang bisa diprediksi secara ilmiah
4. Fakta-fakta
dibatasi
5. Fakta-fakta
tidak menunjukkan jalan dengan jelas
6. Data
analitis sedikit
7. Solusi
yang ada sama baiknya
8. Waktu
yang ada sangat terbatas
9. Tekanan
Selain itu, perbedaan individual yang mencakup kepribadian,
gender, lalu batasan-batasan organisasional seperti evaluasi kinerja, reward and punishment, peraturan,
batasan waktu, dan peristiwa historis, juga perbedaan kultural dapat menjadi
dasar pembuatan keputusan di sebuah organisasi.
BAB XIX
PERUBAHAN ORGANISASI
DAN MANAJEMEN STRESS
Perubahan dan
stress
A.
Kekuatan untuk Perubahan
Kekuatan yang mendorong perubahan
1. Keadaan angkatan kerja, cth : keragaman
kultur yang lebih besar, populasi yang lebih tua, banyak karyawan baru dengan
keterampilan yang belum memadai.
Perusahan selalu memberikan seminar atau pelatihan
untuk karyawan. Dan menyiapkan pengganti
untuk angkatan kerja yang menua.
2. Teknologi, cth : Komputer yang lebih
canggih dan murah, pengunduhan musik secara online, digitalisasi film.
Sekarang komputer merupakan kebutuhan primer di
hampir semua organisasi. Digitalisasi film membuat sebuah film sangat mudah
beredar.
3. Guncangan ekonomi, cth : krisis
Amerika, runtuhnya pasar saham, tingkat suku bunga rendah.
Krisis yang terjadi membuat manajer harus mengubah
keputusan. Suku bunga yang rendah menyebabkan meningginya harga harga aset.
4. Persaingan, cth : pesaing global,
merger dan konsolidasi, pertumbuhan e-commerce.
Saat ini pesaing bukanlah hanya perusahan yang ada
disekitar saja, namun bisa muncul dari perusahan di kota atau negara lain.
Bukan hanya perusahaan yang sama besarnya namun juga perusahaan kecil yang
lebih berani mengambil resiko.
5. Tren sosial, cth : media sosial dan chating di internet, lahirnya generasi baru dengan pola fikir yang berbeda,
banyak peretail bermunculan.
Bisnis retail semakin menjamur, media sosial dan
percakapan melalui internet merubah cara dalam berpromosi dan berkomunikasi.
6. Perpolitikan dunia, cth : Perang,
perdagangan bebas, terorisme.
Perpolitikan selalu mempengaruhi perilaku suatu
perusahaan, karena mau tidak mau mereka harus mengikuti peraturan yang ada.
B.
Mengelola Perubahan Terncana
Ada dua macam
perubahan, hanya sekedar perubahan
-membuat sesuatu berbeda- atau perubahan
terencana –aktifitas-katifitas perubahan yang disengaja dan terarah pada
tujuan tertentu-. Namun kebanyakan perubahan yang terjadi dalam suatu
perusahaan hanya terjadi begitu saja (memperlakukannya sebagai kejadian yang
kebetulan).
Intinya dua tujuan dari sebuah perubahan terencana, meningkatkan
kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri dari perubahan yang terjadi di
lingkungan dan mengubah perilaku
karyawan.
Untuk menghadapi perubahan yang terjadi di
lingkungannya, munculnya pesaing, munculnya UU atau peraturan baru, hilangnya
pemasok penting, organisasi harus selalu menyesuaikan diri. Yang harus memulai
tentulah agen perubahan(change
agent) –orang yang bertindak selaku katalis dan memikul tanggung jawab untuk
mengelola dan menjalankan aktifitas perubahan-, dalam perusahaan agen perubahan
bisa jadi manajer, presiden atau bahkan karyawan. Tetapi kebanyakan organisasi
memulai perubahan transformasional ketika dipimpin oleh orang dari luar
jaringan tradisionalnya.
Perubahan juga dapat
dibantu oleh jasa konsultan luar (+
memiliki perspektif yang objektif – kurang
paham mengenai riwayat, kultur, sop dan personalia perusahan tersebut). Apabila
dibandingkan dengan manajer atau pimpinan internal maka mereka kan kurang
hati-hati dalam memberi solusi karen
mereka tidak harus tinggal dan merasakan resiko(bisa +/-) setelah
perubahan tersebut diterapkan.
C.
Resistensi Terhadap Perubahan
Kebanyakan
organisasi menolak perubahan, dalm arti positif, hal ini menunjukan adanya
kadar stabilitas dan prediktabilitas. Resistensi dapat menyaring suatu ide
sehingga memunculkan ide yang lebih bagus, namun juga dapat menghambat
penyesuaian dan kemajuan.
-
Resistensi
terbuka dan segera, dampaknya
muncul secara langsung dan terlihat jelas, bisa berupa komplain atau ancaman
mogok atau semacamnya. (lebih mudah diatasi)
-
Resistensi
implisit dan tertunda, tidak
terlihat jelas seperti terkikisnya kesetiaan pada organisasi,turunya motivasi,
naiknya tingkat kesalahan. Bisa berlangsung lama dan terakumulasi (susah
diatasi).
Sumber resistensi :
-
Sumber
Individual : Kebiasaan, Rasa aman, faktor faktor ekonomi, rasa takut pada
hal yang belum diketahui, pemrosesan informasi yang selektif.
-
Sumber
Organisasional : Inersia struktural, fokus perusahaan yang terbatas,
inersia kelompok, ancaman terhadap keahlian, ancaman terhadap kuasa yang sudah
mapan, ancaman terhadap pengalokasian sumber daya yang sudah mapan.
Tetapi tetap,
perubahan itu harus diseleksi karena tidak semua perubahan itu baik.
Mengatasi Resistensi
terhadap perubahan
a.
Pendidikan
dan komunikasi, dengan adanya komunikasi akan berkurang salah informasi dan
salah paham. Dan
b.
Partisipasi,
mengikutkan penentang perubahan
dalam pengambilan keputusan, dengan asumsi mereka tidak akan menolak hasil
pemikiran mereka sendiri
c.
Membangun
Dukungan dan Komitmen, memberikan terapi, cuti, atau konseling untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan komitmen.
d.
Negosiasi,
dengan menawarkan sesuatu yang bernilai seperti imbalan akan menurunkan
resistensi. Tentu dengan mempertimbangkan biaya yang keluar.
e.
Manipulasi
dan Kooptasi, manipulasi mengacu pada upaya mempengaruhi secara
tersembunyi, pemelintiran dan distorsi fakta adalah contohnya. Kooptasi,
mempengaruhi dengan memberikan peran kunci pada para resisten sebagai bentuk
“sogokan”. Meminta saran dari mereka, namun bukan untuk dipakai namu sekedar
untuk mendapat dukungan mereka.
f.
Memilih
orang yang menerima perubahan, ada
kelompok tertentu yang memiliki sifat
toleran dan terbuka pada perubahan, orang orang seperti ini lah yang dipilih
kedalam organisasi.
g.
Koersi,
teknik terakhir yang berupa pemaksaan atau ancaman, dengan pemotongan gaji
, ancaman mutasi, hangusnya promosi, atau evaluasi kinerja negatif.
Politik Prubahan
Agen aagen
perubahan internal, biasanya adalah pimpinan yang memiliki jabatan tinggi,
dimana mereka dapat mencapai posisi tersebut karena kesesuaian diri mereka
dengan budaya organisasi tersebut, maka apabila pemimpin tersebut menginisiasi
suatu perubahan ditakutkan akan membuat posisinya terancam karena ada kandidat
baru yang lebih sesuai dengan kebudyaan baru perusahaan tersebut. Karena hala
itulah agen perubahan biasanya beraasal dari lingkungan eksternal. Orang yang
sudah lama berkuasa cenderung hanya melakukan perubahan yang kecil karena
merasa perubahan yang radikal berbahaya. Inilah kenapa terkadang dewan direksi sering
melirik calon dari luar organisasi, karena pentingnya perubahan radikal.
D.
Pendekatan untuk Mengelola Perubahan
Model Tiga Tahap dari Lewin
Menurut Lewin
ada tiga tahapan yang berasil dalam perubahan yaitu pelepasan (unfreezing) status quo, pergerakan (movement) menuju keadaan akhir yang diinginkan dan pembakuan kembali (refreezing)
perubahan baru untuk melanggengkannya.
Yang
dipermasalahkan adalah pelepasan status quo yang harus menghadapi resistensi
karyawan. Maka diperlukan daya dorong –kekuatan
yang menghilangkan perilaku dari setatus quo- untuk melawan daya hambat –kekuatan yang menghalngi
pergerakan dari kondisi keseimbangan yang ada.
Agar efektif sebaiknya perubahan dilakukan secara cepat agar tidak
mengganggu stabilitas perusahaan. Segera naikan daya dorong, bergerak ke
tujuaan setelah sampai turunkan lagi daya dorong untuk mencapai setatus quo
lagi.
Rencana Delapan Tahap Kotter
John kotter, mengembangkan teori milik Lewin dengan
mempelajari kesalahan yang dibuat para manajer
yaitu,
·
gagal menciptakkan sens of urgency dari perlunya
perubahan
·
kegagalan untuk menciptakan koalisi
·
tidak adanya visi untuk berubah
·
ketidak bisaan dalam menyampaikan visi
·
kegagalan dalam menetapkan sasaran jangka pendek
·
kecenderungan untuk menyatakan kemenangan terlalu
dini
sedangkan
berikut adalah rencana delapan tahap Kotter,
a. Membangun
sense of urgensi
b. Membentuk
koalisi
c. Menciptakan
visi dan strategi untuk mencapai visi tersebut
d. Mengomunikasikan
visi ke anggota
e. Mendayai orang lain untuk mengikuti visi
f.
Mengonsolidasi perbaikan
g. Menjalankan
perubahan
Riset Tindakan
Riset tindakan(action research) – suatu
proses perubahan yang didasarkan pada pengumpulan data secara sistematis dan
selanjutnya pemilihan sebuah tindakan perubahan berdasarkan yang diindikasikan
oleh data yang sudah dianalisis- harus melibatkan pihak pihak yang ingin
dirubah dalam pencarian solusi dengan adanya sharing info dengan karyawan
mengenai data yang sudah didapat.
Proses riset tindakan
Manfaat riset tindakan adalah manajer dapat
berfokus pada masalah dan meminimalisir resistensi karena melibatkan karyawan.
Pengembangan organisasi
Pengembangan
organisasi (organizational development)-sekumpulan intervensi perubahan
rencana, dibangun, diatas nilai nilai humanistik-demokratis yang berupaya
memperbaiki keefektifan organisasi dan kesejahtraan karyawan, berikut adalah
nilai nilai yang mendasari OD,
·
Penghormatan terhadap manusia
·
Kepercayaan dan dukungan
·
Penyeimbangan kekuasaan
·
Konfrontasi
·
Partisipasi
Sedangkan teknik intervensinya adalah,
Pelatihan kepekaaan (sensitivity
training) kelompok kelompok pelatihan yang berusaha mengubah perilaku melalui
interaksi kelompok tak tersetruktur. Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran karyawan.
Umpan balik survei (survey feedback), penggunaan kuisoner untuk mengidentifikasi
perbedaaan presepsi antara anggota; diskusi mengikutinya dan solusi solusi
ditawarkan. Survei diikuti dengan diskusi untuk menyelesaikan masalah.
Konsultasi proses(proses consultation), seorang konsultan membantu klien
untuk memahami proses persitiwa yang harus dihadapinyadan untuk
mengidentifikasi proses proses yang perlu perbaikan.
Pembangunan tim (tim building), interaksi yang intens antara anggota
anggota kelompok untuk meningkatkan kepercayaan dan kebutuhan.
Pengembangan antarkelompok (intergroup
development),Upaya upaya OD untuk
mengubah stereotip, dan presepsi yang dimiliki satu kelompok terhadap kelompok
lain.
Penyelidikan apresiatif (appreciative
inquiry), upaya untuk mencari
kulitas unik dan kekuatan khusus dari suatu organisasi, yang dapat diolah lebih
jauh untuk memperbaiki kinerja.
E.
Isu Kontemporer Masa Kini
Ada empat isu
kontemporer tentang perubahan
Teknologi Di Tempat Kerja
Ada dua isu
khusu mengenai teknologi, yaitu :
Proses perbaikan yang terus menerus, artinya
baik tidaklah cukup maka harus terus menjadi lebih baik, terus memajukan
teknologi yang dimiliki.
Rekayasa ulang proses, memulai semuanya
dari awal, melakukan hal hal yang baru pada suatu perusahaan atau merombak
perusahaan. Tentunya dengan resiko yang tidak kecil.
Merangsang Inovasi
Inovasi, sebuah gagasan baru yang
dijalankan untuk memprakarsai atau memperbarui suatu produk, proses, atau
layanan. Sedangkan sumber sumber inovasi adalah
·
struktur organik berpengaruh positif pada
inivasi
·
masa kerja yang lama dalam manajemen berhubungan
dengan inovasi
·
adanya dana berlebih untuk membiayai inovasi
·
komunikasi yang intens antarunit ada di dalam
organisasi organisasi yang inovatif
inovasi sering
terhambat rasa takut akan membuat kesalahan yang biasa diatasi dengan
pengembangan dan pelatihan karyawan.
Yang diperlukan ketika inovasi mulai muncul adalah pejuang ide (idea champions)
mereka adalah pribadi pribadi yang memperkenalkan inovasi secara aktif dan
antusias mempromosikannya,membangun basis dukungan, mengatasi resistensi, dan
memastikan bahwa gagasan tersebut dijalankan.
Menciptakan Organisasi
Pembelajar
Organisasi pembelajar (Learning
organization) adalah sebuah
organisasi yang telah mengembangkan kapasitas yang terus menerus beradaptasi
dan berubah. Kebanyakan organisasi menganut pembelajaran lingkar tunggal (single-loop learning)- memperbaiki kesalahan dengan
menggunakan prosedur masa lalu dan kebijakan masa kini- dan tidak penah
menentang norma dan asumsi yang sudah mengakar di organisasi, berbeda dengan pembelajaran lingkar ganda (memperbaiki
kesalahan dengan cara memodifikasi tujuan, kebijakan, dan SoP)
Ciri-ciri Organisasi Pembelajar
a. Adanya
satu visi bersama
b. Meninggalkan
cara fikir dan prosedur lama untuk menyelesaikan masalah
c. Para
anggota memahami proses, aktivitas, fungsi, dan interaksi organisasi dengan
lingkungan
d. Komunikasi
vertikal dan horizontal terbuka
e. Orang
meninggalkan kepentingan kepentingan pribadi untuk departemen.
Yang sering
menghambat inovasi adalah, fragmentasi
berdasarkan spesialisasi, persaingan (antar
karyawan) yang melemahkan
kolaborasi, Sikap reaktif dalam
memecahkan masalah dan bukanya membawa sesuatu yang baru seperti seorang
pencipta.
Trik Mengelola pembelajaran adalah, susun
strategi, rancang kembali struktur organisasi, dan bentuk kembali kultur
organisasi.
kultur sangatlah
mempengaruhi perubahan dalam suatu organisasi. Namun perubahan yang baik adalah
perubahan yang mampu menyesuaikan diri dengan kultur tersebut, tentu hal ini
akan mempengaruhi cara kerja para ejuang ide.
F.
Stress Kerja dan Pengelolaannya
Memahami Stres dan Akibatnya
Stres, sebuah kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan
pada suatu peluang, tuntutan, atau sumber daya terkait dengan apa yang
dihasratkan individu tersebut dan yang
hasilnya dipandang pasti tidak penting. Stres dapat menjadi sebuah tantangan
atau menjadi sebuah hambatan. Stres tantangan tentu lebih banyak membawa dampak
positif. Stres bisa juga dikatakan tuntutan-tanggung
jawab, tekanan, kewajiban, dan
bahkan ketidakpastian yang dihadapi di dunia kerja- dan sumber daya-hal
hal yang ada dalam kontrol seorang individu yang dapat digunakan untuk
menanggapi tuntutan-. Stres biasa timbul karena banyaknya beban
kerja dan kurangnya waktu.
Berikut ini adalah
bagaiman proses stres terbentuk,
Mengelola stres
Dalam sudut
pandang organisasi stres rendah hingga menengah tidak perlu dikhawatirkan
karena dapat memberikan manfaat berupa tantangan. Namu apabila stres tersebut
berlangsung lama dan menurunkan kinerja maka harus ditindak lanjuti seperti
halnya stres berat. Stres yang pas akan dapat memaksimalkan kinerja karyawan.
Untuk mengelolanya ada dua pendekatan.
Pendekatan individual, dengan cara teknik
manajemen waktu, orang yang teratur dapat bekerja dua kali lebih banayak,
penambahan waktu olahraga, pelatihan relaksasi, dan perluasan jaringan dukungan
sosial seperti dari keluarga, teman, rekan kerja.
Pendekatan Organisasional, bebrapa
faktor stres datang dari organisasi itu sendiri. Untuk mengurangi stres
manajemen bisa melakukan seleksi personel dan penempatan kerja yang lebih baik,
pelatihan, penetapan tujuan yang realistis, pendesainan ulang pekerjaan,
peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan dalam komunikasi organisasi,
penawaran cuti panjang atau masa sabatikal, dan penyelenggaraan program program
kesejahtraan serta kesehatan karyawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar